MAKALAH
BIROKRASI
(Reformasi Birokrasi Di Indonesia)

KELOMPOK
1






ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT
atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, maka
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan TEMA“PEMAHAMAN KONSEP
BIROKRASI” dapat terselesaikan dengan lancar.
Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang
telah menunjukkan kepada kita dari jalan kesesatan
menuju jalan yang terang benerang yang berupa syari'at ajaran agama
Islam.
Harapan penulis semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga penulis dapat memperbaiki bentuk maupun
isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Makassar, November 2015
KELOMPOK 1
DAFTAR ISI
SAMPUL.............................................................................................................................. i
KATA
PENGANTAR.............................................................................................. . ii
DAFTAR
ISI............................................................................................................. . iii
BAB
I PENDAHULUAN....................................................................................... . 1
A. Latar
Belakang................................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah.............................................................................................. 2
C. Tujuan................................................................................................................ 2
BAB
II
PEMBAHASAN.......................................................................................... 3
A. Pengertian Birokrasi…………………………............................................... 3
B. Gambaran Umum Birokrasi Di Indonesia Sebelum
Reformasi..................... 5
C.
Sejarah
Reformasi Birokrasi Di Indonesia.................................................5
BAB
III
PENUTUP.................................................................................................... 7
A. Kesimpulan...................................................................................................... 7
B. Saran................................................................................................................ 7
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................................. 8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Birokrasi dan politik bagai dua mata uang yang tidak akan
pernah terpisahkan satu sama lain. Birokrasi dan politik memang merupakan dua
buah institusi yang memiliki karakater yang sangat berbeda, namun harus selalu
saling mengisi. Dua karakter yang berbeda antara dua institusi ini pada satu
sisi memberikan sebuah ruang yang positif bagi apa yang disebut dengan sinergi,
namun acapkali juga tidak dapat dipisahkan dengan aroma perselingkuhan.
Menurut Etzioni-Havely (dalam Savirani:2005) birokrasi
adalah organisasi hirarkis pemerintah yang ditunjuk untuk menjalankan tugas
melayani kepentingan umum. Ciri khas yang melekat dalam tubuh birokrasi adalah
bentuk organisasi yang berjenjang, rekrutmen berdasarkan keahlian, dan bersifat
impersonal. Birokrasi juga merupakan unit yang secara perlahan mengalami
penguatan, independen, dan kuat. Penguasaan berbagai sumber daya oleh birokrasi
menjadikan birokrasi menjadi kekuatan besar yang dimiliki oleh negara.
Sedangkan politik merupakan institusi yang disebut juga dengan pusat kekuasaan.
Kekuasaan yang dimiliki oleh politik berlangsung dalam berbagai arena, seperti
pembuatan, penerapan, dan evaluasi kebijakan publik. Dalam arti yang lebih
luas, segala sesuatu yang berkaitan dengan partai, demokrasi, dan kebijakan
disebut juga dengan politik.
Sementara birokrasi adalah sebuah institusi yang mapan
dengan segala sumber dayanya, namun pada lain sisi sistem kenegaraan
mensyaratkan politik masuk sebagai aktor yang mengepalai birokrasi melalui
mekanisme politik formal. Oleh karena itu, birokrasi pemerintah tidak bisa
dilepaskan dari kegiatan politik. Pada setiap gugusan masyarakat yang membentuk
tata pemerintahan formal, tidak bisa dilepaskan dari aspek politik.
Pada gilirannya, birokrasi mau tidak mau harus rela
dikepalai oleh mereka yang umumnya bukan berasal dari kalangan birokrasi.
Artinya, kepentingan politik dengan sendirnya akan turut bermain dalam sistem
penyelenggaraan pemerintah. Persoalan yang mengemuka adalah mampukah kepala
daerah memberikan peluang kepada birokrasi yang dipimpinya dengan arif untuk
tetap mengikuti kaidah demokrasi yang normatif.
Dalam berbagai macam pola hubungan antara birokrasi dan
politik, institusi politik -sebagaimana diketahui bersama- terdiri atas
orang-orang yang berprilaku politik yang diorganisasikan secara politik oleh
kelompok-kelompok kepentingan dan berusaha untuk mempengaruhi pemerintah untuk
mengambil dan melaksanakan suatu kebijakan. Oleh karena itu, birokrasi
pemerintah secara langsung ataupun tidak langsung selalu berhubungan dengan
kelompok kepentingan politik tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan
di atas, penulis mengajukan rumusannya masalah secara singkat sebagai berikut:
1. Apakah yang
dimaksud dengan birokrasi?
2.
Bagaimana
birokrasi Indonesia sebelum adanya reformasi birokrasi?
3.
Bagaimana
sejarah lahirnya reformasi birokrasi di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengkaji
kembali bagaimana keadaan serta hubungan birokrasi dengan politik di Indonesia.
Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan untuk mengkaji lebih dalam
mengenai bagaimana proses dari reformasi birokrasi itu sendiri di Indonesia
yang pada kenyataannya belum berjalan secara efektif.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Birokrasi
1. Pengertian
Birokrasi
Jika dilihat dari segi bahasa, birokrasi terdiri dari dua
kata yaitu biro yang artinya meja dan krasi yang artinya
kekuasaan. Birokrasi memiliki dua elemen utama yang dapat membentuk pengertian,
yaitu peraturan atau norma formal dan hirarki. Jadi, dapat dikatakan pengertian
birokrasi adalah kekuasaan yang bersifat formal yang didasarkan pada peraturan
atau undang-undang dan prinsip-prinsip ideal bekerjanya suatu organisasi.
Secara etimologi birokrasi berasal dari istilah “buralist” yang dikembangkan
oleh Reineer von Stein pada 1821, kemudian menjadi “bureaucracy” yang
akhir-akhir ini ditandai dengan cara-cara kerja yang rasional, impersonal dan
leglistik (Thoha, 1995 dalam Hariyoso, 2002). Birokrasi dapat dirujuk kepada
empat pengertian yaitu,
·
Birokrasi dapat
diartikan sebagai kelompok pranata atau lembaga tertentu.
·
Birokrasi dapat
diartikan sebagai suatu metoda untuk mengalokasikan sumber daya dalam suatu
organisasi.
·
“Kebiroan” atau
mutu yang membedakan antara birokrasi dengan jenis organisasi lain. (Downs,
1967 dalam Thoha, 2003)
·
Kelompok orang
yang digaji yang berfungsi dalam pemerintahan. (Castle, Suyatno, Nurhadiantomo,
1983)
Birokrasi Ideal
Menurut Weber
Max Weber
sebagai bapak birokrasi mengatakan bahwa birokrasi menjadi elemen penting yang
menghubungkan ekonomi dengan masyarakat. Weber mengajukan sebuah model
birokrasi ideal yang memiliki karakteristik sebagai berikut (dalam Islamy,
2003):
·
Pembagian Kerja
(division of labour)
·
Adanya prinsip
hierarki wewenang (the principle of hierarchi)
·
Adanya sistem
aturan (system of rules)
·
Hubungan
Impersonal (formalistic impersonality)
·
Sistem Karier
(career system)
2.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi birokrasi:
a.
Faktor budaya
·
Budaya dan
perilaku koruptif yang sudah terlembaga (“uang administrasi” atau uang
“pelicin”)
·
Budaya “sungkan
dan tidak enak” dari sisi masyarakat
·
Masyarakat
harus menanggung biaya ganda karena zero sum game
·
Internalisasi
budaya dalam mekanisme informal yang profesional
b.
Faktor individu
·
Perilaku
individu sangat bersifat unik dan tergantung pada mentalitas dan moralitas
·
Perilaku
individu juga terkait dengan kesempatan yang dimiliki seseorang yang memiliki
jabatan dan otoritas
·
Perilaku
opportunistik hidup subur dalam sebuah sistem yang korup
·
Individu yang
jujur seringkali dianggap menyimpang dan tidak mendapat tempat
c.
Faktor
organisasi dan manajemen
·
Meliputi struktur,
proses, leadership, kepegawaian dan hubungan antara
pemerintah dan masyarakat
·
Struktur
birokrasi masih bersifat hirarkis sentralistis dan tidak terdesentralisasi
·
Proses
Birokrasi seringkali belum memiliki dan tidak melaksanakan prinsip-prinsip
efisiensi, transparansi, efektivitas dan keadilan
·
Birokrasi juga
sangat ditentukan oleh peran kepemimpinan yang kredibel
·
Dalam aspek
kepegawaian, Birokrasi dipengaruhi oleh rendahnya gaji, proses rekrutmen
yang belum memadai, dan kompetensi yang rendah.
·
Hubungan
masyarakat dan pemerintah dalam Birokrasi belum setara; pengaduan dan partisipasi
masyarakat masih belum memiliki tempat (citizen charter)
d.
Faktor politik
·
Ketidaksetaraan
sistem birokrasi dengan sistem politik dan sistem hukum
·
Birokrasi
menjadi “Geld Automaten” bagi partai politik
·
Kooptasi
pengangkatan jabatan birokrasi oleh partai politik
B. Gambaran Umum
Birokrasi di Indonesia Sebelum Reformasi
Birokrasi di Indonesia menurut Karl D Jackson merupakan
bureaucratic polity. Model ini merupakan birokrasi dimana negara menjadi
akumulasi dari kekuasaan dan menyingkirkan peran masyarakat dari politik dan
pemerintahan. Ada pula yang berpendapat bahwa birokrasi di Indonesia merupakan
birokrasi Parkinson dan Orwel. Hal ini disampaikan oleh Hans Dieter Evers.
Birokrasi Parkinson merujuk pada pertumbuhan jumlah anggota serta pemekaran
struktural dalam birokrasi yang tidak terkendali. Birokrasi Orwel merujuk pada
pola birokratisasi yang merupakan proses perluasan kekuasaan pemerintah yang
dimaksudkan sebagai pengontrol kegiatan ekonomi, politik dan social dengan
menggunakan regulasi yang bila perlu ada suatu pemaksaan.
Dari model yang diutarakan di atas dapat dikatakan bahwa
birokrasi yang berkembang di Indonesia pada masa Orde Baru adalah birokrasi
yang berbelit-belit, tidak efisien dan mempunyai pegawai birokrat yang makin
membengkak.
Keadaan ini pula yang menyebabkan timbulnya
penyimpangan-penyimpangan berikut, seperti :
·
Maraknya tindak
KKN
·
Tingginya
keterlibatan birokrasi dalam partai politik sehingga pelayanan terhadap
masyarakat tidak maksimal
·
Pelayanan
publik yang diskriminatif
·
Penyalahgunaan
wewenang
·
Pengaburan
antara pejabat karir dan non-karir
C. Sejarah
Reformasi Birokasi di Indonesia
Reformasi politik 1998 adalah pintu gerbang Indonesia
menuju sejarah baru dalam dinamika politik nasional. Reformasi politik yang
diharapkan dapat beriringan dengan reformasi birokrasi, fakta menunjukan,
reformasi birokrasi mengalami hambatan signifikan hingga kini, akibatnya
masyarakat tidak dapat banyak memetik manfaat nyata dari reformasi politik
1998.
Pasca reformasi, ikhtiar untuk melepaskan birokrasi dari
kekuatan dan pengaruh politik gencar dilakukan. Kesadaran pentingnya netralitas
birokrasi mencuat terus-menerus. BJ Habibie, Presiden saat itu, mengeluarkan PP
Nomor 5 Tahun 1999 (PP No.5 Tahun 1999), yang menekankan kenetralan pegawai
negeri sipil (PNS) dari partai politik. Aturan ini diperkuat dengan pengesahan
UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian untuk menggantikan UU
Nomor 8 Tahun 1974.
Saat membentuk yang pertama setelah Gus Dur terpilih,
sedang terjadi keributan tentang pengangkatan Sesjen di Departemen Kehutanan
dimana sesjen tersebut adalah orang dari partai yang sama dengan menteri
kehutanan saat itu. Begitu juga terjadi di beberapa departemen dan di Diknas,
BUMN, dan lain-lain. Ada beberapa eselon yang diangkat yang dia merupakan orang
dari partai yang sama dengan menteri yang membawahi departemen tersebut. Hal
ini menunjukkan bahwa bagaimana suatu birokrasi pemerintahan tidak terlepas
dari intervensi partai politik.
Kemudian ada pula tindakan presiden Abdurrahman Wahid
yang menghapuskan Departemen Penerangan dan Departemen Sosial, dengan alas an
bahwa departemen tersebut bermasalah, banyak KKN, dan departemen itu dianggap
telah mencampuri hak-hak sipil warga negara.
Penghapusan dua departemen tersebut dapat dikatakan
sesuai dengan prinsip reinventing government atau ada pula yang menganggap hal
ini sebagai langkah debirokratiasasi dan dekonstruksi masa lalu yang dianggap
terlalu berlebihan mengintervensi kemerdekaan dan kemandirian publik.
Aturan induk netralitas politik birokrasi Indonesia sudah
ada pada pasal 4 Peraturan Pemerintah 1999, yang menyatakan bahwa PNS dalam
menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan tidak bertindak
diskriminatif, khususnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Dalam pemerintahan Megawati, para menteri dalam masa itu
melestarikan tradisi Golkar, yaitu semua organisasi pemerintah dikaburkan
antara jabatan karier dengan non karier, serta jabatan birokrasi dengan jabatan
politik. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa ini harapan untuk melakukan
reformasi birokrasi tidak akan terlaksana. Hingga pada tahun 2004 barulah
dimulai reformasi birokrasi secara riil dengan pembentukan UU
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Penyelenggaraan
pemerintahan yang baik dan demokratis mensyaratkan kinerja dan akuntabilitas
aparatur yang makin meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa reformasi
birokrasi merupakan kebutuhan dan harus sejalan dengan perubahan tatanan
kehidupan politik, kemasyarakatan, dan dunia usaha. Dalam peta tantangan
nasional, regional, dan internasional, aparatur negara dituntut untuk dapat
mewujudkan profesionalisme, kompetensi dan akuntabilitas. Pada era globalisasi,
aparatur negara harus siap dan mampu menghadapi perubahan yang sangat dinamis
dan tantangan persaingan dalam berbagai bidang. Saat ini masyarakat Indonesia
sedang memasuki era yang penuh tuntutan perubahan serta antusiasme akan
pengubahan. Ini merupakan sesuatu yang di Indonesia tidak dapat dibendung lagi.
Oleh karena itu, reformasi di tubuh birokrasi indonesia harus terus dijalankan
demi terciptanya pelayanan prima bagi masyarakat seperti yang telah dilakukan
oleh departemen keuangan.
B.
Saran
Untuk memayungi
reformasi birokrasi, diupayakan penataan perundang-undangan, antara lain dengan
menyelesaikan rancangan undang-undang yang telah ada. Dengan demikian, proses
reformasi birokrasi dapat berjalan dengan baik dengan adanya legalitas secara
hukum dalam pelaksanaannya.
Untuk membangun
bangsa yang bermartabat, harus dilakukan bersama oleh pemerintah dan masyarakat
dalam menciptakan pemerintah yang lebih baik dari able government ke better
government dan trust government. Selain itu, diharapkan masyarakat
dapat lebih partisipatif dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, prinsip-prinsip
good governance, pelayanan publik, penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
yang baik, bersih, dan berwibawa, serta pencegahan dan percepatan pemberantasan
korupsi.
DAFTAR PUSTAKA
http://makalahsospol.blogspot.co.id/2013/02/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
Pasolong harbani,2007. Teori
Administrasi Publik, , alfabeta :bandung
www.slidefinder.net/b/birokrasi-kuliah-3-blog1/32514643
Yunus Yasril dkk ,2006.pengantar
ilmu administrasi Negara , unp press:Padang
No comments:
Post a Comment