Bab 5 Administrasi Pembangunan Di
Indonesia

Oleh
Kelompok 4
Amiruddin E2111303
Husnul Khatimah E2111330
Hairil
Sakthi HR E21113307
Suherman
Ahmad E21113308
Reinaldy
Anwar E21113503
Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik
Univesitas Hasanuddin
2015/2016
Sistem Administrasi
Negara Indonesia
Sistem pemerintahan atau administrasi negara di Indonesia
mengikuti aturan dasar negara, yaitu UUD atau konsultasi. Pada waktu itu RI
diproklamasikan, konsultasi negara adalah UUD 1945. Dalam perjalananya telah
terjadi beberapa kali perubahan sistem politik, yang berarti juga perubahan
dalam konstitusi, yaitu mulai dari UUD 1945, konstitusi Republik Indonesia
Serikat (RIS), hingga UUD sementara 1950, dan kemudian pada tahun 1959 kembali
lagi ke UUD 1945 termasuk falsafah kehidupan bangsa Indonesia, yakni Pancasila,
serta pokok-pokok pikiran mengenai negara kesatuan RI. Dalam rangka
penyelenggaraan pembangunan nasional untuk mencapai tujuan pembangunan nasional
ditetapkan Wawasan Nusantara yang mencakup perwujudan kepulauan nusantara
sebagai satu kesatuan politik, satu kesatuan ekonomi, satu kesatuan ekonomi,
satu kesatuan sosial dan budaya, dan satu kesatuan pertahanan dan keamanan.
Wawasan nasional tersebut bersumber pada Pancasila dan berdasarkan UUD 1945
yang merupakan cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan
lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan
wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Struktur Organisasi
Negara Republik Indonesia
Dalam sistem pemerintahan negara berdasarkan UUD 1945, kedaulatan
berada di tangan rakyat, dan fungsi-fungsi negara dilaksanakan oleh
lembaga-lembaga negara. Lembaga-lembaga negara dimaksud sesuai Ketetapan (Tap)
MPR RI No.6/MPR/1973, jo Tap MPR No.3/MPR/1978 dapat dikelompokan ke dalam
Lembaga Tertinggi dan Lembaga Tinggi Negara. Lembaga Tertinggi Negara, yaitu
MPR merupakan penyelenggaraan negara tertinggi sebagai pemegang kedaulatan
rakyat dan sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena MPR
memegang kedaulatan negara, maka kekuasaanya tidak terbatas, MPR bahkan
mempunyai kekuasaan untuk menetapkan
UUD. MPR bersidang
sekali dalam 5 tahun, kecuali dalam keadaan istimewa, untuk:
(1) menentukan GBHN,
dan
(2) mengangkat
Presiden dan Wakil Presiden
MPR terdiri dari anggota-anggota DPR ditambah utusan dari
daerah-daerah dan golongan-golongan. DPR dipilih melalui pemilihan umum,
kecuali untuk wakil wakil dari anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ABRI) yang tidak mempergunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum.
Lembaga-lembaga Tinggi Negara terdiri
dari:
(1) Presiden.
(2) Dewan Perwakilan Agung.
(3) Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Badan Pemeriksa Keuangan.
(5) Mahkamah Agung.
Penyelenggara
negara dan pembangunan dilaksanakan oleh aparatur negara, yaitu keseluruhan lembaga
dan pejabat negara serta pemerintahan negara yang meliputi aparatur kenegaraan
dan aparatur pemerintah. Sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, segenap
aparatur pemerintah baik pusat maupun daerah diharapkan mampu secara efisien
dan efektif melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya serta senantiasa mengabdi
dan setia kepada kepentingan, nilainilai dan cita-cita perjuangan bangasa dan
negara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Pemerintah Pusat
Dalam sistem pemerintahan negara Indonesia, Presiden adalah
“mandataris” MPR dan harus
menjalankan GBHN dan
segala hal lainnya yang ditetapkan oleh MPR. Presiden dibantu Mentri-Menteri Negara
yang memimpin departemen. Dalam perkembangannya ada Menteri-Menteri Negara yang
memimpin departemen, namun ada pula yang tdak. Menteri Negara yang tidak
memimpin departemen umumnya bertugas mengadakan koordinasi atas suatu bidang
tertentu yang dinilai oleh Presiden penting untuk ditangani secara khusus. Dalam
rangka koordinasi atau pelaksanaan kegiatan-kegiatan tertentu, Presiden dapat
membentuk lembaga-lembaga lain yang bersifat ekstra-struktural dan keanggotaanya
terdiri dari para pejabat dari berbagai instansi. Lembaga-lembaga ekstra
struktural tersebut ada yang bertanggung jawab kepada Presiden dan ada pula kepada
Menteri. Sedangkan nomenklatur yang digunakan antara lain Dewan, Badan, Tim,
dan sebagainya. Penataan organisasi departemen-departemen didasarkan pada
Keppres No.44 tahun 1974 tentang pokok-pokok Organisasi Departemen dan Keppres
No.45 tahun 1974 tentang susunan Organisasi Departemen yang menggantikan
Keputusan Presidium Kabinet No.15 dan 75 tahun 1966 yang kemudian disempurnakan
lagi dengan Keppres No.15 Tahun 1984.
Penyelenggaraan
Pemerintahab di Daerah
Pemerintah di daerah dibentuk berdasarkan UUD1945 pasal 18, yang
menyatakan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan
bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan UU. Meskipun sejak awal
kemerdekaan aparatur pemerintah daerah merupakan bagian dari sistem pemerintah
negara, namun pelaksanaannya mengalami pasang surut sejalan dengan perkembangan
politik dan sistem pemerintahan UU
No.5 tahun 1974 selain menentukan daerah otonomi
secara hiraki, terdiri dari Dati I dan Dati II, juga menetapkan bahwa asas
pemerintahan di Indonesia terdiri atas dekonsentrasi (pendelegasian tugas
pelaksanaan), desentralisasi (pendelegasian kewenangan pemerintahan kepada
pemerintah daerah), dan fungsi pembantuan atau medebewind. Urusan-urusan
yang diserahkan kepada dearah dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi pada
dasarnya menjadi dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi pada dasarnya
menjadi wewenang dan tanggug jawab daerah sepenuhnya. Dalam hal ini prakarsa
sepenuhnya diserahkan kepada daerah, baik yang menyangkut penentuan
kebijaksanaan, pelaksanaan, maupun segi-segi pembiayaannya. Demikian juga
perangkat pelaksanaanya adalah perangkat daerah itu sendiri, yaitu Dinas-Dinas
Daerah.
Dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, ada beberapa prinsip yang pokok, di
antarannya negara Indonesia adalah negara kesatuan, dan oleh karenanya hubungan
antara pemerintah pusat dan pemerintah di bawahnya (pemerintah daerah) sudah
tentu dalam rangka “negara kesatuan”, di mana presiden merupakan pemegang
tertinggi kekuasaan pemerintahan negara. Selanjutnya, otonomi daerah itu
sendiri harusnya bukan tujuan akhir karena tujuan adanya daerah otonomi adalah
sama dengan tujuan negara, dan otonomi merupakan cara untuk mencapai tujuan
itu. dalam rangka itu, otonomi daerah harus menguntungkan masyarakat di daerah
yang bersangkutan pada faktor primordial, sepert ras, suku, agama, sedangkan
penduduk daerah otonom tidak perlu di bedakan antara asli dan pendatang. Semua
warga negara harus dapat hidup di seluruh wilayah tanah air tanpa ada perbedaan
karena asal usul.
Hubungan Kewenangan
Pusat dan Daerah
Sistem hubungan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah
pernah mengalami ketidakharmonisan di karenakan situasi politik dan
pergeseran-pergeseran kebijaksanaan yang terjadi dari masa ke masa dalam perkembangan
sejarah sistem pemerintahan Indonesia. Sejarah mencatat sistem pemerintahanan
nasional berganti-ganti, mulai dari sistem pemerintahan yang berdasarkan UUD
1945 ke sistem pemerintahan yang menganut falsafah liberal, kemudian kembali ke
UUD 1945 tetapi di terapkan sebagai sistem demokrasi terpimpin, akhirnya
kembali lagi ke sistem yang mengupayakan secara murni amanat UUD 1945. Pergeseran
tersebt berpengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah, misalnya
perubahan dari prinsip otonomi materil, riil, dan seluas-luasnnya yang dianut oleh UU No.22 Tahun 1948 hingga
menjadi prinsip otonomi yang nyata, dinamis,
dan bertanggung jawab sebagaimana dikehendaki
oleh UU No.5 Tahun 1974. selanjutnya dalam PJP
II, sesuai dengan amant GBHN 1993, dimantapkan
berkembangnya otonomi daerah yang
nyata, dinamis, serasi, dan
bertanggungjawab dengan titik berat pada Dati II.
Manajemen Pembangunan
di Indonesia
Administrasi negara adalah juga administrasi pembangunan.
Pembangunan dilaksanakan oleh
pemerintah
berdasarkan petunjuk MPR yang dituangkan dalam GBHN. GBHN ini pelaksanaanya
dirinci lebih lanjut oleh Presiden selaku kepala pemerintah negara, dituangkan
dalam Repelita. Pembiayaan pelaksanaan rencana-rencana pembangunan itu setiap
tahun dituangkan dalam APBN dalam bentuk UU, dan karenanya memerlukan
persetujuan DPR. Di daerah, pelaksanaan
pembangunan Dati I dan Dati II pada garis besarnya juga mengikuti pola
demikian, di mana
kepala daerah adalah juga administrator pembangunan di daerahnya. Masing masing
daerah menyusun Repelita Daerah (Repelitada)- nya baik tingkat I maupun tingkat
II.
Secara lebih rinci, manajemen pembangunan di Indonesia akan
diuraikan di bawah ini menurut fungsi fungsi utamanya, yakni perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan. Untuk memfokuskannya
pembahasan manajemen pembangunan, yang dibahas disini hanya yang berkenaan
dengan kegiatan pembangunan langsung oleh pemerintah.
Sistem Perencanaan
Pembangunan di Indonesia Perencanaan Menurut Jangkaun Jangka Waktu
Perencanaan menurut jangka waktu biasanya dikenal sebagai
perencanaan jangka panjang, jangka menengah, atau jangka pendek. Ada pula yang
membaginya dengan jangka panjang dan jangka pendek saja. Secara umum dan
mendasar tidak pernah ada ketentuan yang berlaku tentang panjang jangka waktu
perencanaan. Disuatu negara, perencanaan mungkin saja disebut perencanaan
jangka panjang meskipun untuk jangka waktu 5 tahun, yang dinegara lain
dikelompokan sebagai perencanaan jangka menengah. Bahkan, dinegaranegara tertentu
mungkin saja tidak ada dokumen yang disebut sebagai rencana pembangunan. Tetapi
negara itu, seperti negara-negara lainnya, mempunyai dokumen yang serta dengan
dokumen anggaran pendapatan dan belanja yang sedikit banyak menggambarkan arah
dan kegiatan pemerintah dan negara yang bersangkutan. Di Indonesia rencana
menurut jangka waktu perencanaan dikelompokan dalam:
(1) rencana jangkapanjang dengan jangka waktu 25 tahun
(2) rencana jangka menengah atau sedang dengan waktu 5 tahun
(3) rencana jangka pendek yaitu rencana tahunan.
Perencanaan Menurut
Dimensi Pendekatan dan Koordinasi
Pengelompokan lain perencanaan pembangunan adalah berdasarkan
dimensi pendekatan dan koordinasi, yang meliputi
(1) perencanaan makro,
(2) perencanaan sektoral,
(3) perencanaan regional,
(4) perencanaa mikro.
Perencanaan pembangunan makro adalah perencanaan pembangunan
nasional dalam skala mikro atau menyeluruh. Dalam perencanaan makro ini
ditelaah beberapa pesat pertumbuhan ekonomi dapat dan akan direncanakan,
beberapa besar tabungan masyarakat dan pemerintah akan tumbuh, bagaimana
proyeksinya, dan hal-hal lainnya secara makro dan menyeluruh. Telaah ini
dilakukan untuk menetukan tujuan dan sasaran yang mungkin dicapai dalam jangka
waktu dan rencana, dengan
memperhitungkan berbagai
variasi ekonomi makro. Perencanaan makro ini dilakukan dengan melihat dan
memperhitungkan secara cermat keterkaitannya dengan perencanaan sektoral dan
regional.
Perencanaan Menurut
Proses/Hiraki Penyusunan
Dilihat dari prosesnya dikenal: (1) perencanaan dari bawah ke atas
(bottom-up planning); dan (2) perencanaan dari atas ke bawah (topdown
planning). Perencanaan dari bawah ke atas dianggap sebagai pendekatan
perencanaan pada kebutuhan nyata. Pandangan ini timbul karena perencanaan dari
bawah ke atas ini dimulai proses dengan mengenali kebutuhan di tingakat
masyarakat yang secara langsung terkait dengan pelaksanaan dan mendapat dampak
dari kegiatan pembangunan yang direncanakan. Anggapan bahwa mereka yang memperoleh
pengaruh atau dampak langsung pembangunan seyogyannya terlibat langsung sejak
tahap perencanaan, menjadi dasar pembenaran pendekatan perencanaan dari bawah
ke atas ini.
Perencanaan
dari atas ke bawah adalah pendekatan
perencanaan yang menerapkan cara
penjabaran rencana induk ke dalam
rencana rinci. Rencana rinci yang berada “bawah” adalah penjabaran rencana
induk yang berada di “atas”. Pendekatan perencanaan sektoral acap seringkali
ditunjuk sebagai pendekatan perencanaan dari atas ke bawah, karena target yang
ditentukan secara nasional dijabarkan ke dalam rencana kegiatan di berbagai
daerah seluruh Indonesia yang mengacu kepada pencapian target nasional
tersebut.
Pelaksanaan Proyek
Pembangunan
Sebagaimana disebutkan diatas, kegiatan-kegiatan pembangunan
diorganisasikan dalam sector, subsektor, dan program. Program pada dasarnya
adalah kumpulan kegiatan yang dapat dihimpun dalam suatu kelompok yang sama
secara sendiri-sendiri atau bersama-sama untuk
mencapai tujuan dan
sasaran yang sama. Kegiatan-kegiatan tersebut biasanya dilakukan melalui upaya
sistematis yang diorganisasikan dalam unit yang disebut proyek. Proyek dapat
didefinisikan sebagai suatu kegiatan investasi yang menggunakan factor-faktor
produksi untuk mengahasilkan barang dan jasa yang diharapkan dapat memperoleh
keuntungan (manfaat) dalam suatu periode tertentu (Gittiner, 1972).
Berbagai definisi lain diajukan dalam berbagai tulisan, namun pada
prinsipnya semuanya memberikan cirri-ciri bahwa proyek:
(1) mempunyai tujuan, yaitu menghasilkan baran dan/atau jasa,
(2) membutuhkan masukan (input) berupa sumber daya yang
langka seperti modal, tenaga kerja, lahan, keahlian,
(3) mempunyai titik awal dan titik akhir atau mempunyai jangka
waktu tertentu,
(4) setelah proyek selesai akan menghasilkan manfaat.
Dalam sistem pembangunan di Indonesia, proyek-proyek pembangunan
yang dibiayai pemerintah disusun dan diadakan sebagai alat untuk mencapai
tujuan pembangunan seperti tercantum dalam Repelita. Penyusunan proyek yang merupakan
fungsi penetapan kebijaksanaan dan prosedur
untuk mencapai sasaran dimulai dengan
indentifikasi masalah yang dihadapi, tujuan
dan sasaran, serta perkiraan tentang cara pemecahan
masalah dan upaya mencapai tujuan dan sasaran
tersebut. Selanjutnya dilakukan studi kelayakan untuk
menelaah kelayakan proyek pada tahap awal. Jika proyek
yang dirancang mempunyai kelayakan yang besar, maka
dilakukan formulasi proyek. Proses tersebut dikenal sebagai
tahapan studi kelayakan dan penilaian. Dalam tahap
tersebut ditelaah kelayakan proyek berdasarkan evaluasi
teknis, finansial, ekonomis, dan lingkungan. Jika berdasarkan
hasil studi kelayakan proyek dianggap layak dan
biaya dapat disediakan, maka proyek tersebut kemudian
dilengkapi dengan desain teknis dan rencana operasionalnya.
Sistem Pemantauan dan
Evaluasi Kinerja
Pemantauan
dan evaluasi kinerja dapat memberikan informasi tidak hanya mengenai
perkembangan inputs dan outputs
pelaksanaan proyek, tetapi juga meliputi hasil, manfaat, dan dampaknya. System
pemantauan pelaksanaan dan evaluasi kinerja proyek pembangunan yang diterapkan
di Indonesia. Sebagaimana system lainnya, system pemantauan dan evaluasi
kinerja pada pokoknya meliputi struktur, mekanisme, termasuk tata cara
pelaksanaannya, yang terkait dengan berbagai instansi. Tujuannya untuk
mendapatkan informasi yang diperlukan mengenai kinerja proyek, baik proyek yang
sedang berjalan, selesai dibangun ataupun yang telah beberapa tahun berfungsi.
Pemantauan meliputi kegiatan pencatatan perkembangan, pelaporan dan penilaian
kinerja pelaksanaan proyek pembangunan.
Sistem Pemantauan
Dalam system pemantauan pelaksanaan proyek – proyek pembangunan
yang berlaku dewasa ini, terdapat unsur – unsur
sebagai berikut :
(1) proyek – proyek pembangunan yang dipantau,
(2) pejabat yang menyampaikan laporan,
(3) periode pelaporan,
(4) bentuk – bentuk formulir pelaporan, dan
(5) mekanisme pelaporan.
Ketentuan – ketentuan yang menyangkut berbagai unsur system
pemantauan tersebut, berlaku bagi seluruh departemen / lembaga. Untuk lebih
meningkatkan peran pemerintah Dati I dalam pemantauan proyek, Bappeda tingkat I
diminta pula untuk menyampaikan laporan pelaksanaan proyek yang ada di
wilayahnya sebagai pengecekan silang atas laporan pemimpin proyek. Karena itu,
system ini dilengkapi dengan Daftar Klasifikasi dan Kode Masalah (DKKM), serta
Daftar Nama dan Nomor Kode Dati I dan Dati II. Selain itu, digunakan juga
Laporan Realisasi Keuangan berdasarkan Surat Perintah Membayar (SPM) yang
dikeluarkan oleh Pusat Pengolahan Data dan Informasi Anggaran, Departemen
Keuangan. Gambaran ini lebih jauh mengenai system pemantauan dan pelaporan
proyek – proyek pembangunan dapat dipelajari dalam Keputusan Menneg PPN/Ketua
Bappenas Nomor Kep.120/KET/7/1994
tentang Sistem Pemantauan dan Pelaporan
Pelaksanaan Proyek – proyek Pembangunan, yang
dikembangkan berdasarkan pasal 73 Keppres No. 16
tahun 1994 tentang Pelaksanaan
APBN.
Sasaran
system pemantauan adalah semua proyek pembangunan yang dibiayai dana APBN, baik
yang berasal dari rupiah murni maupun dari bantuan luar negeri. Dalam system
ini pejabat yang berkewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan proyek
pembangunan adalah pemimpin proyek, Sekretaris Jenderal Departemen / Pejabat
setara pada lembaga dan Ketua Bappeda Tingkat I.
Pengawasan Pembangunan
Untuk mengamankan pembangunan dalam mencapai sasaran dan tujuannya
secara efisien dan efektif. Dikembangkan system pengawasan. Kegiatan-kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan merupakan bagian, dari fungsi manajemen. Kegiatan
sangat berhubungan erat, tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya.
Dengan perkataan lain, ketiganya merupakan kesatuan utuh, saling melengkapi dan
masingmasing memberi umpan baik (feedback) kepada yang lainnya.
Perencanaan, betapapun baiknya disusun, tidak ada artinya jika tidak dapat
dilaksanakan. Demikian pula setiap pelaksanaan dari suatu kegiatan tidak
mungkin dapat berjalan lancar bila tidak didasarkan kepada perencanaan yang
baik. Pengawasan sangat diperlukan, baik untuk perencanaan maupun dan apalagi
untuk pelaksanaanya. Tanpa pengawasan (dan pengendalian), apa yang direncanakan
dan dilaksanakan dapat berjalan menuju arah yang bertentangan dengan tujuan
yang telah
digariskan.
Secara garis besar, struktur dan mekanisme pengawasan yang berlaku
di Indonesia saat ini dapat dikemukakan secara hirakis sebagai berikut:
(1) . Inspektur Wilayah (Irwil) propinsi/kabupaten/kotan madya
(2) . Inspektur Jenderal (Irjen)
(3) . BPKP/Perwakilan BPKP di daerah,
(4) . Menteri
(5) . Menteri Ekku dan Wasbang mengkoordinasikan para
menteri/pimpinan LPND
(6) . Wakil Presiden
(7) . Presiden
(8) . BPK
(9) . DPR
(10) . Mahkamah Agung
Administrasi dan Peran
Serta Masyarakat dalam Pembangunan
Seperti
dikemukakan di atas, pembangunan tidak hanya dilaksanakan oleh pemerintah
tetapi juga oleh masyarakat. Kiranya, peran pemerintah dalam pembangunan tidak
hanya melalui investasi langsung pemerintah, tetapi juga, bahkan makin penting
dan besar peranannya, melalui kebijaksanaan pembangunan yang mendorong
berkembangnya kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat. Perkembangan
ini dipengaruhi oleh perubahan fundemental yang sedang berlangsung dan
mempengarui oleh perkembangan dan perjalanan pembangunan bangsa Indonesia.
Kehidupan modern yang makin kompleks membuat birokrasi negara, yang sejak akhir
abad ke-19 sampai pertengahan abad ke-20 berperan besar, telah tidak lagi mampu
menjalankan segenap peran yang diharapkan darinya, terutama dalam memajukan
kesejahteraan masyarakat yang menjadi tujuan negara di mana saja dan dalam
system apa saja.
David
Obsorne dan Ted Gaebler (1992) mengutip E.S. Savas yang mengatakan bahawa tugas
pemerintah dalam mengemudi, dan bukan pengayuh kapal. Oleh karena itu, di dunia
Barat ada kesepakatan yang menyatakan bahwa pemerintah yang baik adalah yang
paling sedikit memerintah. Maksim ini juga sudah tidak berlaku lagi. Di
negara-negara Barat pergolakanpergolakan social mendorong negara beberapa makin
besar. Di Amerika Serikat, F.D. Roosevelt membuat pembahruan besar dalam
keterlibatan pemerintah dengan new Deal-nya pada tahun 1930-an. Namun,
perdebatan mengenai peranan pemerintah terus berjalan. Namun, perdebatan mengenai
peranan pemerintah terus berjalan. Menjadi concerm para ahli ilmu
administrasi untuk mencari bentuk-bentuk kelembagaan pemerintah yang tepat dan
dapat berperan sesuai tantangan-tantangan yang dihadapi dalam dunia yang makin
cepat berubah.
Institusi
institusi yang konspenya berkembang mengikuti kelahiran revolusi industri sudah
tidak cocok lagi dengan masa sekarang dan masa depan. Berbagai pokok pikiran di
atas, memang dikembangkan untuk system birokrasi (pemerintah maupun swasta) di
negara-negara maju yang
sudah akan meninggalkan abad
industri memasuki abad informasi. Oleh karena dunia sudah makin menyatu, negara
berkembang pun tidak bias melepaskan diri dari proses perubahan yang terjadi
secara global. Bagi negara-negara maju, proses itu berjalan secara alamiah,
dari satu babak peradaban ke babak lain. Namun, bagi bangsa yang baru berkembang,
proses itu merupakan lompatan-lompatan, atau percepatan dari proses yang di
negara maju berjalan secara evolusioner, gelombang demi gelombang. Dengan sendirinya
hal ini bukan masalah yang mudah.
Administrasi
negara-negara di Indonesia sebagai administrasi pembangunan juga harus dapat
mengikuti arus perubahan dalam falsafah dan pola pikir disiplin administrasi,
agar seiring dengan alirn perkembangan yang sedang berlangsung. Konsep-konsep
mengenai birokrasi pada khususnya dan administrasi negara pada umumnya harus
direvitalisasi, agar menyambung dengan proses perkembangan yang sedang
berlangsung. Yang dipermasalahkan adalah bahwa birokrat, yang pernah menjadi
institusi pendorong kemajuan dan pembahruan, misalnya dalam masa transisi dari
system feodal ke demokrasi, atau dari ekonomi bebas ke arah ekonomi
kesejahteraan, sekarnag sudah ketinggalan. Pada saat dunia di sekitarnya
berkembang, birokrasi terbenam dalam kemerdekaan, dan tidak mengutamakan
pelayanan masyarkat, melainkan pelayanan dirinya sendiri (selfserving).
Di Indonesia, seperti di negara-negara berkembang lainnya, masalah yang
dihadapi tidak hanya seperti negara-negara maju seperti digambarkan Drucker di atas,
tetapi masalah yang masih lebih mendasar dari pada itu.
Penyelenggaraan
administrasi negara di Indonesia masih belum mampan. Selagi administrasi negara
sedang dalam proses membangun bentuk, sekarang sudah dihadapkan pada tuntutan
untuk mengikuti perubahan yang didorong oleh perkembangan lingkungan eksternal
yang luas. Sebenarnya, tanpa proses globalisasi pun sudah dihadapi tantangan yang berat untuk membangun
administrasi negara di Indonesia. Dengan globalisasi, tantangan itu tentunya
menjadi makin berat. Administrasi negara sebagai administrasi pembangunan harus
mampu mendukung proses pembangunan yang menghasilkan pertumbuhan pada tingkat
yang memadai secara berkelanjutan. Dalam teori ekonomi, pertumbuhan dihasilkan
oleh investasi. Investasi ini diperoleh dari tabungan nasional, yaitu tabungan
pemerintah dan masyarakat. Dengan
demikian, peran administrasi pembangunan adalah menghasilkan dari penerimaan
dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Untuk memperoleh tabungan pemerintah
yang optimal ada dua sisi yang ditempuh, yaitu mengefisienkan pengeluaran rutin
dan meningkatkan penerimaan.
No comments:
Post a Comment