Kata Pengantar
Alhamdulillah, segala puja dan puji kita
panjatkan kehadirat Illahi Rabbi yang telah memberikan kekuatan kepada kami
untuk dapat menyelesaikan halaman demi halaman makalah ini.Shalawat dan salam
tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, sebagai sang motivator dan
inspirator terhebat sepanjang zaman.
Penulis sangat sadar bahwa setiap
pencapaian adalah buah dari kerja dan sokongan banyak pihak yang begitu luar
biasa, oleh karenanya tanpa mempermasalahkan hierarkinya, maka penulis ingin sekali menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang memiliki andil
terhadap pembuatan makalah ini baik bantuan moriil maupun materiil.
Semoga
makalah yang penulis beri judul “Akuntabilitas
Keuangan” ini dapat menjadi
suatu kontribusi positif dan konstruktif bagi para pembaca, serta diharapkan
dapat menambah cakrawala berfikir kita dan tentunya dapat menjadi ilmu yang
bermanfaat bagi penulis khususnya.
Salam
Makassar,
8 Mei 2016
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR................................................................................ 2
DAFTAR
ISI.............................................................................................. 3
BAB
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................. 4
B. Rumusan
Masalah.......................................................................... 6
C. Tujuan
Penulisan............................................................................ 6
BAB
II. PEMBAHASAN
A.
Akuntabilitas
Keuangan ................................................................... 7
B. Reformasi
Akuntabilitas Keuangan ................................................. . 9
C. Pertanggungjawaban Keuangan Negara
........................................ 11
D. Akuntabilitas Keuangan Negara: Masalah yang
Dihadapai ............ 12
BAB
III. PENUTUP
A Kesimpulan................................................................................ 14
B. Saran....................................................................................................
14
DAFTAR
FUSTAKA............................................................................. 14
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pengelolaan keuangan
negara merupakan suatu kegiatan yang
akan mempengaruhi peningkatan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dan bangsa Indonesia. kewajiban Pemerintah
Pusat dan Daerah untuk menyusun laporan keuangan sebagai wujud akuntabilitas
pengelolaan keuangan negara/daerah. Sesuai dengan Undang Undang Dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, BPK mempunyai kewajiban dan mandat
untuk melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan tersebut.pada saat ini terjadi bersamaan dengan
perubahan lingkungan eksternal yang berkaitan
dengan pengelolaan keuangan negara. Perubahan tersebut antara lain meningkatnya
kesadaran masyarakat untuk memiliki pemerintahan yang bersih, akuntabel, dan transparan
dalam mengelola keuangan negara. Perubahan itu sangat mempengaruhi posisi BPK
sebagai satu-satunya lembaga yang bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Akuntabilitas publik merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban atas segala
bentuk aktivitas yang dilakukan oleh seseorang pemegang amanah terhadap orang
atau badan yang meminta pertanggungjawaban tersebut. Akuntabilitas ini
dilakukan sebagai bentuk transparansi daripada kegiatan operasional suatu
perusahaan.Menurut Mardiasmo dalam bukunya ”Akuntansi Sektor Publik” menyatakan
bahwa:”Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah
(agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan
mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya
kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk
meminta pertanggungjawaban tersebut”. (2002:20)
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa akuntabilitas
bertujuan untuk memberikan pertanggungjawaban kepada masyarakat atas dana yang
digunakan pemerintah untuk meningkatkan kinerja pemerintah dalam peningkatan
pemberian pelayanan kepada masyarakat. Akuntabilitas adalah suatu
pertanggungjawaban oleh pihak-pihak yang diberi kepercayaan oleh
masyarakat/individu di mana nantinya terdapat keberhasilan atau kegagalan di
dalam pelaksanaan tugasnya tersebut dalam pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan. Pertanggungjawaban tersebut berkaitan langsung dengan aktivitas
birokrasi dalam memberikan pelayanan sebagai kontra prestasi atas hak-hak yang
telah dipungut langsung maupun tidak langsung dari masyarakat.
Konsep Akuntabilitas mencakup eksistensi dari suatu
mekanisme (baik secara konstitusional maupun keabsahan dalam bentuknya) yang
meyakinkan politisi dan pejabat pemerintahan terhadap aksi perbuatannya dalam
penggunaan sumber-sumber publik dan kinerjaperilakunya. Akuntabilitas
membutuhkan keterbukaan dan kejelasan serta keterhubungan dengankebebasan
media. Aplikasi akuntabilitas atau bertanggung-jawab/bertanggung-gugat
dalampenyelenggaraan pemerintahan diawali pada saat penyusunan program
pelayanan publik danpembangunan (program accountability), pembiayaannya (fiscal
accountability), pelaksanaan,pemantauan dan penilaiannya (process
accountability) sehingga program tersebut dapatmemberikan hasil atau dampak
seoptimal mungkin sesuai dengan sasaran atau tujuan yang ditetapkan (outcome
accountability).
Para penyelenggara pemerintahan menerapkan prinsip
akuntabilitas dalam hubungannya dengan masyarakat/publik (outwards accountability),
dengan aparat bawahan yang ada di dalam instansi pemerintahan itu sendiri (downwards
accountability), dan kepada atasan mereka (upwards accountability). Berdasarkan
substansinya, prinsip bertanggung jawab/ bertanggung gugat mencakup akuntabilitas
administratif seperti penggunaan sistem dan prosedur tertentu (administrative
accountability), akuntabilitas hukum (legal accountability), akuntabilitas
politikantara eksekutif kepada legislatif (political accountability), akuntabilitas
profesional sepertipenggunaan metode dan teknik tertentu (professional
accountability), dan akuntabilitas moral(ethical accountability).
Apabila semua yang dikatakan di atas dapat
terpenuhi, maka akan tumbuh kepercayaan kepada aparat dan keandalan lembaga pemerintahan
yang ada. Aparatur pemerintah harus mampu mempertanggungjawabkan pelaksanaan
kewenangan yang diberikan di bidang tugas dan fungsinya. Aparatur pemerintah
harus dapat mempertanggungjawabkan kebijaksanaan, program dan kegiatannya yang
dilaksanakan atau dikeluarkannya termasuk pula yang terkait erat dengan
pendayagunaan ketiga komponen dalam birokrasi pemerintahan, yaitu kelembagaan
(organisasi), ketatalaksanaan, dan sumber dayamanusianya.
Konsep akuntabilitas mensyaratkan adanya perhitungan
“cost and benefits analysis” (tidakterbatas dari segi ekonomi, tetapi
juga sosial, dan sebagainya tergantung bidang kebijaksanaan atau kegiatannya)
dalam berbagai kebijaksanaan dan tindakan aparatur pemerintah. Selain itu,
akuntabilitas juga berkaitan erat dengan pertanggungjawaban terhadap
efektivitas kegiatan dalam pencapaian sasaran atau target kebijaksanaan atau
program. Dengan demikian, tidak ada satu kebijaksanaan, program, dan kegiatan
yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintahan yang dapat lepas dari prinsip ini.
Pertanggungjawaban perlu dilakukan melalui media yang selanjutnya dapat
dikomunikasikan kepada pihak internal maupun pihak eksternal (publik) secara
periodik maupun secara tak terduga sebagai suatu kewajiban hukum dan bukan
karena sukarela.
Menurut Ihyaul Ulum dalam bukunya ”Akuntansi Sektor Publik”, mengemukakan
dua jenis akuntabilitas yaitu:
1. Akuntabilitas Keuangan
2. Akuntabilitas Kinerja
Berdasarkan deskripsi
akuntabilitas, maka akuntabilitas kinerja instansi pemerintah adalah kewajiban
untuk memberikan pertanggung jawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan
tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan suatu organisasi kepada pihak yang
memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau
pertanggungjawaban. Berdasarkan pada pengertian yang demikian itu, maka semua
Instansi Pemerintah, Badan dan Lembaga Negara di Pusat dan Daerah sesuai dengan
tugas pokok masing-masing harus memahami lingkup akuntabilitasnya
masing-masing, karena akuntabilitas yang diminta meliputi keberhasilan dan juga
kegagalan pelaksanaan misi Instansi yang bersangkutan. (LAN RI dan BPKP, 2001:
43)
B.
Rumusan Masalah
·
Bagaimana konsep Akuntabilitas keuangan ?
C.
Tujuan Penulisan
·
Mengetahui konsep Akuntabilitas Keuangan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Akuntabilitas
Keuangan
Menurut LAN RI dan BPKP (2001: 29) menjelaskan Akuntabilitas keuangan merupakan pertanggung jawaban mengenai
integritas keuangan, pengangkatan dan ketaatan terhadap peraturan perundangan.
Sasaran pertanggung jawaban ini adalah laporan keuangan yang disajikan dan
peraturan perundangan yang berlaku yang mencakup penerimaan, penyimpanan, dan
pengeluaran uang oleh instansi pemerintah.
Akuntabilitas
keuangan merupakan pertanggungjawaban mengenai:
·
Integritas Keuangan
·
Pengungkapan
·
Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan
Sasaran
pertanggungjawaban ini adalah laporan keuangan yang disajikan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang mencakup penerimaan, penyimpanan, dan
pengeluaran uang oleh instansi pemerintah. Dengan dilaksanakannya ketiga komponen
tersebut dengan baik akan dihasilkan suatu informasi yang dapat diandalkan
dalam pengambilan keputusan, informasi tersebut akan tercermin didalam laporan
keuangan yang merupakan media pertanggungjawaban. Integritas keuangan,
pengungkapan dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan menjadi
indikator dari akuntabilitas keuangan.
·
Integritas Keuangan
Menurut
kamus Bahasa Indonesia, integritas adalah kejujuran, keterpaduan, kebulatan,
keutuhan. Dengan kata lain integritas keuangan mencerminkan kejujuran
penyajian. Kejujuran penyajian adalah bahwa harus ada hubungan atau kecocokan
antara angka dan deskripsi akuntansi dan sumber-sumbernya. Integritas keuangan
pun harus dapat menyajikan informasi secara terbuka mengenai laporan keuangan
daerah.Agar laporan keuangan dapat diandalkan informasi yang terkandung
didalamnya harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya
yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk
disajikan.
Penyajian
secara wajar yang dimaksud diatas terdapat didalam Peraturan Pemerintah No. 24
Tahun 2005, menyatakan:”Laporan keuangan menyajikan dengan wajar
laporan realisasi anggaran, neraca dan laporan arus kas”. Faktor
pertimbangan sehat bagi penyusunan laporan keuangan diperlukan ketika menghadapi
ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu. Ketidakpastian seperti itu
diakui dengan pengungkapan hakikat serta tingkatnya dengan menggunakan
pertimbangan sehat dalam penyusunan laporan keuangan. Pertimbangan sehat
mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan prakiraan dalam kondisi
ketidakpastian sehingga aset atau pendapatan tidak dinyatakan terlalu tinggi
dan kewajiban tidak dinyatakan terlalu rendah.
Namun
demikian, penggunaan pertimbangan sehat tidak memperkenankan, misalnya, pembentukan
cadangan tersembunyi, sengaja menetapkan aset atau pendapatan yang terlampau
rendah, atau sengaja mencatat kewajiban atau belanja yang terlampau tinggi,
sehingga laporan keuangan menjadi tidak netral dan tidak andal.
·
Pengungkapan
Konsep full
disclosure (pengungkapan lengkap) mewajibkan agar laporan keuangan didesain dan
disajikan sebagai kumpulan potret dari kejadian ekonomi yang mempengaruhi
instansi pemerintah untuk suatu periode dan berisi cukup informasi. Yang
menyajikan secara lengkap informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan
keuangan sehingga membuat pemakai laporan keuangan paham dan tidak salah tafsir
terhadap laporan keuangan tersebut. Pengungkapan lengkap merupakan bagian dari
prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan, sehingga terdapat di dalam Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 2005 pada lampiran II paragraf 50, mengatakan: ”Laporan keuangan menyajikan secara lengkap informasi yang
dibutuhkan oleh pengguna. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan
keuangan dapat ditempatkan pada lembar muka laporan keuangan atau catatan atas
laporan keuangan”.
·
Ketaatan terhadap Peraturan Perundang-undangan
Akuntansi
dan pelaporan keuangan pemerintah harus menunjukkan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan, antara lain:
- Undang-undang Dasar Republik
Indonesia khususnya yang mengatur mengenai keuangan Negara,
- Undang-undang Perbendaharaan
Indonesia,
- Undang-undang APBN,
- Peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang pemerintah daerah,
- Peraturan perundang-undangan
yang mengatur tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah,
- Ketentuan perundang-undangan
yang mengatur tentang pelaksanaan APBN/APBD,
- Peraturan perundang-undangan
lainnya yang mengatur tentang keuangan pusat dan daerah.
Apabila
terdapat pertentangan antara standar akuntansi keuangan pemerintah dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka yang berlaku adalah
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.Kriteria Akuntabilitas
keuangan adalah sebagai berikut.
·
Pertanggungjawaban dana publik
·
Penyajian tepat waktu
·
Adanya pemeriksaan (audit)/respon pemerintah.
B. Reformasi Akuntabilitas Keuangan
Reformasi
atau Paradigma baru dalam Keuangan Negara adalah paradigma yang menuntut
besarnya akuntabilitas dan transparansi dari penataan keuangan negara dengan
memperhatikan
asas keadilan dan kepatutan, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
·
Dari Vertical Accountability menjadi
Horizontal Accountability.
Jika
selama ini pertanggungjawaban atas penataan keuangan negara lebih ditujukan
pada pemerintah yang lebih tinggi (Provinsi atau Pusat), maka dengan reformasi
saat ini pertanggungjawaban lebih ditujukan kepada rakyat (DPR). Laporan pertanggung
jawaban keuangan negara disampaikan kepada DPR secara periodik, tidak lagi sekedar
laporan tentang APBN tetapi mencakup pula laporan Aliran Kas dan Neraca.
·
Dari Traditional Budget menjadi
Performance Budget.
Selama ini penataan keuangan negara
adalah dengan sistem tradisional. Sistem tradisional, sistem penyusunannya
adalah dengan pendekatan incremental dan “line item” dengan penekanan
pada pertanggungjawaban pada setiap input yang dialokasikan. Melalui reformasi,
anggaran harus disusun dengan pendekatan atau sistem anggaran kinerja (performance
budgeting), dengan penekanan pertanggunganjawaban tidak sekedar pada input
tetapi juga pada output dan outcome.
·
Dari Pengendalian dan Audit
Keuangan ke Pengendalian dan Audit Keuangan, dan Kinerja.
Sebelum reformasi terdapat pengendalian
dan audit keuangan negara, bahkan juga audit kinerja. Namun, oleh karena sistem
anggaran yang tidak memasukan kinerja, maka proses audit kinerja menjadi tidak
berjalan dengan baik. Dalam reformasi ini, oleh karena sistem penganggaran yang
mengunakan sistem penganggaran kinerja (performance budgeting) maka pelaksanaan
pengendalian dan audit keuangan negara dan audit kinerja akan menjadi lebih
baik.
·
Lebih Menerapkan Konsep Value
for Money.
Reformasi
penataan keuangan negara saat ini menghendaki penerapan konsep value for
money atau yang lebih dikenal degan konsep 3 E (Ekonomi, Efisien, dan
Efektif). Oleh karena itu dalam reformasi ini pemerintah diminta baik dalam
mencari dana maupun menggunakan dana selalu menerapkan prinsip 3 E tersebut.
Hal ini mendorong pemerintah berusaha selalu memperhatikan tiap sen/rupiah dan
(uang) yang diperoleh dan digunakan. Perhatian tertuju pada hubungan antara input-output-outcome.
·
Penerapan Pusat Pertanggungjawaban.
Dalam reformasi penataan keuangan negara
ini konsep pusat pertanggungjawaban (responsibility center) diterapkan.
Penerapan ini akan memudahkan pengukuran kinerja setiap unit organisasi. Pada
konsep ini unit organisasi dapat diperlakukan sebagai pusat pertanggungjawaban
pendapatan (revenue) seperti dinas pendapatan, biaya (expense)
seperti bagian keuangan. “laba” (profit), dan investasi seperti BUMD atau Perusahaan
Daerah.
·
Perubahan Sistem Akuntansi Keuangan
Pemerintahan.
Untuk mendukung perubahan-perubahan yang
telah dikemukakan di atas direformasi pula sistem akuntansi dipemerintahan.
Jika selama ini pemerintah menggunakan sistem pencatatan tunggal (single
entry system) maka dirubah menjadi sistem ganda (double entry system).
Selain itu, selama ini digunakan pencatatan atas dasar kas (cash-basis)
maka dirubah menjadi atas dasar aktual medication (modified accrual basis).
Selain itu, perubahan dalam akuntansi dan pengelolaan negara, yang pada
gilirannya menuntut adanya neraca laporan negara, tidak lagi sekedar laporan
perhitungan
keuangan negara.
C. Pertanggungjawaban Keuangan Negara
Menurut Mustopadidjaja (2003), Pertanggungjawaban
merupakan ujung dari siklus
anggaran
setelah perencanaan dan pelaksanaan. Kata-kata kunci dalam pertanggungjawaban
dalam
evaluasi, evaluasi kinerja, dan akuntabilitas. Evaluasi kinerja kebijakan pada
hakikatnya dilakukan untuk mengetahui ketepatan dan efektivitas baik kebijakan
itu sendiri maupun sistem dan proses pelaksanaannya, agar
dapat dilakukan langkah-langkah tindak lanjut untuk menghindarkan “biaya”
(kemungkinan kemubaziran) yang lebih besar atau untuk mencapai “manfaat” yang
lebih baik. Essensi evaluasi kinerja adalah perbandingan yang menyangkut kinerja
dan tingkat efektivitas baik kebijakan maupun sistem dan proses pelaksanaan
yang berkembang dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi atau dalam mencapai
tujuan yang ditetapkan.
Evaluasi kinerja yang dilakukan dalam rangka pemantauan
pada pokoknya adalah
menyediakan
informasi bagi para pengelola kebijakan dan pembuat kebijakan mengenai
ketepatan
dan efektivitas kebijakan dan sistem serta proses pelaksanaannya, agar dapat
dilakukan tindak lanjut dini apabila secara aktual ternyata ada hal-hal yang
perlu dikoreksi baik pada kebijakan atau pun pada sistem dan proses
pelaksanaannya. Langkah dan tujuan serupa juga dilakukan dalam rangka pengawasan
internal, karena sebenarnya pemantauan merupakan bagian dari kegiatan pengendalian
internal yang diperlukan untuk peningkatan efektivitas
manajemen,peningkatan efisiensi pemanfaatan sumber-sumber, dan
perbaikan-perbaikan lainnya ke depan yang dapat meliputi kebijakan dan sistem
serta proses pelaksanaannya, dengan kemungkinan terminasi atau pun ekstensi dan
modifikasi kebijakan yang dilaksanakan.
Evaluasi kinerja pada pengawasan eksternal,
dilakukan dengan tujuan memberikan
gambaran
obyektif mengenai ketepatan dan efektivitas kebijakan ataupun sistem serta
proses
pelaksanaannya,
kondisi biaya dan manfaat aktual dari kebijakan, perkembangan berbagai unsur dan
indikator kinerja yang dicapai, yang diperlukan sebagai “pertanggungjawaban”
atau pun “pertanggunggugatan” (responsibility and or accountability) suatu
organisasi dalam
melaksanakan
tugas kelembagaannya. Hal terakhir itu menunjukkan maksud (motif) dilakukannya
evaluasi kinerja, yang tentu dipengaruhi pula oleh posisi dan peran lembaga
pengawasan
eksternal yang melakukan evaluasi tersebut.
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
adalah instrumen pertanggung jawaban yang pada pokoknya terdiri dari berbagai
indikator dan mekanisme kegiatan pengukuran, penilaian, dan pelaporan kinerja
secara menyeluruh dan terpadu untuk memenuhi kewajiban suatu instansi
pemerintah dalam pertanggung jawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi, serta misi organisasi. LAKIP adalah media pertanggungjawaban
yang bersisi informasi mengenai kinerja instansi pemerintah, dan bermanfaat
antara lain untuk: (1) Mendorong instansi pemerintah untuk
menyelenggarakan
tugas umum pemerintahan dan pembangunan secara baik dan benar (good
governance)
yang
didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, kebijaksanaan yang
transparan dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat; (2) Menjadikan
instansi pemerintah yang akuntabel sehingga dapat beroperasi secara efisien,
efektif, dan responsive terhadap aspirasi masyarakat dan lingkungannya; (3)
Menjadi masukan dan umpan balik bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam
rangka meningkatkan kinerja instansi pemerintah; dan (4) Terpeliharanya
kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
D. Akuntabilitas
Keuangan Negara: Masalah yang Dihadapai
Menurut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(27/1/2009) ada lima kebijakan
pembangunan
yang bertahun-tahun diterapkan di Indonesia dan kini harus dikoreksi secara
total untuk menghadapi dinamika perubahan zaman dan tantangan global, yaitu:
(1) Kebijakan yang selama ini dinilai hanya difokuskan di kota-kota besar dan
kurang memedulikan kelestarian lingkungan; (2) Kebijakan yang sektoral dan
kurang memadukan sektor-sektor yang ada, seperti lingkungan, ilmu pengetahuan
alam, dan budaya; (3) Kebijakan yang cuma mengutamakan pertumbuhan tanpa
memerhatikan pemerataan atas hasil-hasilnya; (4) Kebijakan pembangunan lainnya
kurang meningkatkan ketahanan dan kemandirian bangsa; dan (5) Kebijakan pembangunan
yang harus diubah adalah kurangnya mengajak semua komponen bangsa ikut bertanggungjawab.
Sementara itu, sistem keuangan negara, masih lemah. Pencegahan korupsi, menurut
Anwar Nasution (15/5/2009) bisa dilakukan dengan memperbaiki sistem keuangan
negara (termasuk di daerah), misalnya dengan mencegah bagaimana agar tidak
terjadi pungutan di setiap instansi, bagaimana jangan terjadi rekening liar,
dan menghindari upah pungut. Pengelolaan aset pemerintah juga lemah sehingga
ada peluang korupsi dari lemahnya pengelolaan aset pemerintah ini.
Selain itu, juga muncul aturan yang simpang siur,
seperti aturan pajak, upah pungut, serta UU migas dan perminyakan. Kesimpangsiuran
tersebut juga memicu perbedaan persepsi dan berujung pada korupsi. Di samping
masalah dalam kebijakan pembangunan tersebut di atas, masalah yang dihadapi
khususnya dalam keuangan negara. Rendahnya kualitas administrasi keuangan
negara: (1) Tersendat-sendatnya pengajuan
anggaran;
(2) Rendahnya daya serap anggaran; (3) Kelambatan melaporkan keuangan serta
tidak sesuai standar akuntansi pemerintah; (4) Buruknya komunikasi politik
antara Pemda dan DPRD menjadi penyebab keterlambatan penetapan anggaran; (5)
Dana APBN menumpuk di rekening Bank Pemda, yang selanjutnya disimpan dalam
bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI); (6) Proses perencanaan di daerah juga
masih lemah, sehingga program atau proyek tidak bisa diselesaikan dalam satu
tahun anggaran; (7) Pelaksanaan anggaran buruk, kesejahteraan bangsa juga
merosot. Hal ini terlihat dari APBN yang terus meningkat, tetapi kemiskinan dan
pengangguran tetap besar; (8) Hingga saat ini ketimpang anggaran pusat dan
daerah masih sangat besar (70 persen berbanding 30 persen), dan seharusnya
relatif berimbang;(9) Belanja aparatur di Provinsi ataupun Kabupaten/Kota saat
ini sangat tinggi, mencapai 71 persen dan belanja public hanya 29 persen; (10)
Pembangunan tidak benar-benar berdampak langsung pada pemberantasan
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Telah
diuraikan mengenai akuntabilitas keuangan negara yang meliputi uraian tentang konsep dan aplikasinya, “reformasi, ,
dan pertanggungjawaban keuangan negara”. Tuntutan untuk mewujudkan konsep dan aplikasi
keuangan negara tersebut diatas, dan juga untuk mewujudkan “good governance”,
membutuhkan profesionalitas dan akuntabilitas yang semakin tinggi, kejujuran,
konsistensi, komitmen yang tinggi, dan berupaya keras meningkatkan citra dan
kinerja aparatur dalam penyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan.
B.
Saran
Implikasi
dari belum adanya kriteria akuntabilitas keuangan public ini adalah ketidak
pahaman pembuat laporan keuangan dalam menyusun laporan keuangan. Akibatnya
bisa jadi pembuat laporan keuangan tidak memenuhi syarat pembuatan laporan
keuangan yang baik. Selain itu, untuk memenuhi criteria akuntabilitas dan
transparansi dalam laporan keuangan, pembuat laporan akan menggunakan penilaian
subjektifnya saja sehingga laporan keuangan tersebut dianggap sudah akuntabel
dan transparan.
Daftar
Pustaka
·
http:ovy19.wordpress.com/
·
Abdul Hafiz Tanjung, 2008, Penatausahaan dan Akuntansi
Keuangan Daerah, Cetakan pertama, Alfabeta Bandung.
·
Permendagri 13 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah
·
Abdul Hakim. 2006. Reformasi
Penglolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Yogyakarta: Fakultas
Ekonomi UGM.
·
Suparmoko. 2003. Keuangan Negara:
Dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta: BPFE.
·
Musgrave, Richard A. & Peggy B.
Musgrave. 1989. Public Finance in Theory and Practice.Singapore: Mc Graw
– Hill, Inc.
No comments:
Post a Comment