MAKALAH ETIKA
ADMINISTRASI NEGARA
“ROKOK
DAN PERATURAN WALIKOTA MAKASSAR TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK”
OLEH :
KELOMPOK 3
* AMIRUDDIN (E211 13 038)
* HAIRIL SAKTHI HR (E211 13 307)
* MUH. IRHAM (E211 13 314)
* NIRMAWATI (E211 13 035)
*
WAHYUNI HARDIYANTI (E211
13 032)
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2015
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah
kami panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Selain sebagai tugas kelompok
dari mata kuliah “Etika Administrasi Negara” makalah ini juga semoga dapat
memberi informasi kepada pembaca.
Dalam
kesempatan ini, kami mengucapkan banyak terima kasih untuk semua pihak yang
telah membantu.
Kami sangat
menyadari bahwa penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan, oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan agar kedepannya mampu
lebih baik lagi.
Makassar,
22 April 2015
Penyusun,
Kelompok 3
DAFTAR ISI
Kata pengantar
……………………………………………………………………………… ii
Daftar isi
…………………………………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar belakang...............
…………………………………………………………....
- Rumusan masalah …………………………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN
A.
Etika dalam administrasi publik………………………………................................
B.
Peraturan Walikota Makassar tentang
kawasan tanpa rokok……………………...
C. Etika
bagi perokok dan kebebasan individu ..............................................................
- Etika yang sederhana bagi perokok ………….............………………….................
- Solusi bagi perokok di
Makassar………………………………………………….
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
dan Saran.......................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setiap
masyarakat atau bangsa pasti mempunyai pegangan moral yang menjadi landasan
sikap, perilaku dan perbuatan mereka untuk mencapai apa yang dicita-citakan.
Dengan pegangan moral itu kita dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, benar dan salah serta mana
yang dianggap ideal dan tidak ideal. Oleh karena itu dimana pun kita
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara peranan etika tidak mungkin
dikesampingkan.
Salah satu kelemahan dasar dalam
pelayanan publik di Indonesia adalah masalah moralitas. Etika sering dilihat
sebagai elemen yang kurang berkaitan dengan dunia pelayanan publik. Padahal,
dalam literatur tentang pelayanan publik dan administrasi publik, etika
merupakan salah satu elemen yang sangat menentukan kepuasan publik yang
dilayani sekaligus keberhasilan organisasi di dalam melaksanakan pelayanan
publik itu sendiri.
Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman
dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi oleh birokrasi, maka telah
terjadi pula perkembangan di dalam penyelenggaraan fungsi pelayanan publik,
yang ditandai dengan adanya pergeseran paradigma dari rule government yang lebih menekankan pada
aspek peraturan perundang-undangan yang berlaku menjadi paradigma good governance yang tidak hanya berfokus pada
kehendak atau kemauan pemerintah semata, tetapi melibatkan seluruh komponen
bangsa, baik birokrasinya itu sendiri, pihak swasta, dan masyarakat (publik)
secara keseluruhan.
Asumsi bahwa semua aparat pemerintah
adalah pihak yang telah teruji pasti selalu
membela kepentingan publik atau masyarakatnya, tidak selamanya benar. Banyak kasus membuktikan bahwa kepentingan
pribadi, keluarga, kelompok, partai dan bahkan
struktur yang lebih tinggi justru mendikte perilaku seorang birokrat atau aparat pemerintahan. Birokrat dalam hal ini tidak
memiliki etika yang baik dalam menjalankan kewajibannya.
Bukan berarti etika itu hanya untuk aparat pemerintahan,
namun dalam sistem penerapannya sepatutnya para bitokrat yang lebih dahulu
menerapkannya untuk memperlihatkan atau memberikan contoh kepada masyarakatnya.
Melanggar
undang-undang yang telah diberlakukan bukanlah hal yang sepele, apalah artinya
undang-undang itu jika hanya untuk dilanggar, bukannya dapat menjadi penuntun
dalam aktivitas melainkan hanya sebatas tugas sebagai pemerintah untuk membuat
undang-undang lalu habislah perkara setelah itu. Inilah yang terjadi terhadap
Peraturan Walikota Makassar Nomor 13 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok
(KTR), yang menyatakan ada banyak kawasan-kawasan yang dilarang untuk merokok
serta ada pula sanksi-sanksi yang akan diberikan kepada siapa pun yang
melanggar peraturan tersebut. Peraturan yang sudah berusia kurang lebih empat
tahun ini terlihat tiada pengaruh apa-apa terhadap target groupnya, itu dilihat
sampai saat ini belum ada yang pernah diberikan sanksi terhadap orang-orang
yang melanggar, ataukah memang tiada satupun orang yang melakukan pelanggaran
atas peraturan ini.
Berkaitan
dengan Peraturan Walikota tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) ini, kami ingin
melihat tentang etika perokok dalam merokok di Kota Makassar dengan adanya
peraturan tersebut.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah etika dalam
administrasi publik itu?
2. Bagaimana etika yang terkandung
dalam Peraturan Walikota Makassar tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR)?
3. Bagaimana etika perokok dengan
adanya peraturan walikota Makassar tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR)?
4. Bagaiman sebaiknya etika bagi perokok?
5. Bagaimana solusi bagi perokok di Kota
Makassar?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
ETIKA
DALAM ADMINISTRASI PUBLIK
1.
Tentang Etika
Etika berasal
dari bahasa Yunani etos, yang artinya kebiasaan atau watak. Secara epistimologis etika dan moral
memiliki kemiripan, namun sejalan dengan perkembangan ilmu dan kebiasaan
dikalangan cendekiawan ada pergeseran arti. Etika cenderung dipandang sebagai
suatu cabang ilmu dalam filsafat yang mempelajari nilai baik dan buruk manusia.
Sedangkan moral adalah hal-hal yang mendorong manusia untuk melakukan tindakan
yang baik sebagai kewajiban atau norma.
Etika merupakan
seperangkat nilai sebagai pedoman, acuan, referensi, penuntun apa yang harus
dilakukan dalam menjalankan tugasnya, tapi juga sekaligus berfungsi sebagai
standar untuk menilai apakah sifat, perilaku, tindakan atau sepak terjangnya
dalam menjalankan tugas dinilai baik atau buruk. Oleh karenanya, dalam etika
terdapat sesuatu nilai yang dapat memberikan penilaian bahwa sesuatu tadi
dikatakan baik atau buruk.
Pemikiran
tentang etika berlangsung pada tiga aras: (1) filosofik, (2) sejarah, dan (3)
kategorial. Pada aras filosofik, etika dibahas sebagai bagian integral filsafat, disamping metafisika, epistemologi, estetika, dan sebangsanya. Pada aras sejarah,
etika dipelajari sebagai etika masyarakat tertentu pada zaman tertentu,
misalnya Greek and Graeco-Roman Ethics, Mediaeval Ethics, sedangkan etika pada
aras kategorial dibahas sebagai etika profesi, etika jabatan, dan etika kerja.
Sebagai bagian etika, Etika pemerintahan terletak pada aras kategorial,
sedangkan sebagai bagian Ilmu Pemerintahan, pada arasphilosophical.
2.
Etika Menurut Pandangan Ahli
Menurut Aristoteles:, Pengertian etika dibagi menjadi
dua yaitu, Terminius Technicus yang artinya etika dipelajari untuk ilmu
pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia dan yang
kedua yaitu, Manner dan Custom yang artinya membahas etika yang berkaitan
dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (in
herent in huma nature) yang terikat dengan pengertian baik dan buruk suatu tingkah
laku atau perbuatan manusia.
Menurut Maryani & Ludigdo (2001) Etika adalah Seperangkat aturan
atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus
dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau
segolongan masyarakat atau profesi.
Ahmad Amin mengungkapkan bahwa etika memiki arti ilmu pengetahuan yang
menjelaskan arti baik atau buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan
oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dicapai oleh manusia dalam perbuatan
dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat oleh
manusia.
Soegarda Poerbakawatja mengartikan etika sebagai filsafat
nilai, pengetahuan tentang nilai-nilai, ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan
keburukan di dalam hidup manusia terutama mengenai gerak-gerik pikiran dan rasa
yang merupakan pertimbangandan perasaan sampai mengenai tujuan dari bentuk
perbuatan.
Bertens (1977) adalah seperangkat
nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan dari seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Darwin (1999)
mengartikan Etika adalah prinsip-prinsip moral yang disepakati bersama oleh
suatu kesatuan masyarakat, yang menuntun perilaku individu dalam berhubungan
dengan individu lain masyarakat.
3.
Pengertian Etika Administrasi
Dalam
lingkup pelayanan publik, etika administrasi publik (Pasolong, 2007 :193) mengartikan
sebagai filsafat dan professional standar (kode etik) atau right rules of
conduct(aturan berperilaku yang benar) yang sehatursnya dipatuhi oleh pemberi
pelayanan publik atau administrasi publik.
Dengan
demikian etika administrasi publik adalah aturan atau standar pengelolaan,
arahan moral bagi anggota organisasi atau pekerjaan manajemen ; aturan atau
standar pengelolaan yang merupakan arahan moral bagi administrator publik dalam
melaksanakan tugasnya melayani masyarakat. Aturan atau standar dalam etika
administrasi negara tersebut terkait dengan kepegawaian, perbekalan,
keuangan, ketatausahaan, dan hubungan masyarakat.
Jadi Etika
dalam administrasi adalah bagaimana membuat keterkaitan keduanya. Bagaimana
gagasan administrasi seperti efisiensi, ketertiban, kemanfaatan, produktifitas
dapat menjawab etika dalam prakteknya. Serta bagaimana gagasan dasar etika
dapat mewujudkan yang baik dan menghindari hal yang buruk itu dapat menjelaskan
hakekat administrasi. Diperlukan etika dalam administrasi karena ini akan
memberikan contoh yang baik, sebab setiap orang sebenarnya memiliki
kesadaran masing-masing namun tidak pernah menerapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
4. Konsep Etika Administrasi Negara
Etika administrasi
Negara yaitu bidang pengetahuan tentang ajaran moral dan asas kelakuan yang
baik bagi para administrator pemerintahan dalam menunaikan tugas pekerjaannya
dan melakukan tindakan jabatannya. Bidang pengetahuan ini diharapkan memberikan
berbagai asas etis, ukuran baku, pedoman perilaku, dan kebijakan moral yang
dapat diterapkan oleh setiap petugas guna terselenggaranya pemerintahan yang
baik bagi kepentingan rakyat.
Sebagai suatu
bidang studi, kedudukan etika administrasi negara untuk sebagian termasuk dalam
ilmu administrasi Negara dan sebagian yang lain tercakup dalam lingkungan studi
filsafat. Dengan demikian etika admistrasi Negara sifatnya tidak lagi
sepenuhnya empiris seperti halnya ilmu administrasi, melainkan bersifat
normatif. Artinya etika administrasi Negara berusaha menentukan norma mengenai
apa yang seharusnya dilakukan oleh setiap petugas dalam melaksanakan fungsinya
da memegang jabatannya.
Etika
administrasi Negara karena menyangkut kehidupan masyarakat, kesejahteraan
rakyat, dan kemajuan bangsa yang demikian penting harus berlandaskan suatu ide
pokok yang luhur. Dengan demikian, etika itu dapat melahirkan asas, standar,
pedoman, dan kebajikan moral yang luhur pula. Sebuah ide agung dalam peradaban
manusia sejak dahulu sampai sekarang yang sangat tepat untuk menjadi landasan
ideal bagi etika administrasi Negara adalah Keadilan, dan memang inilah yang
menjadi pangkal pengkajian Etika Admnistrasi Negara, untuk mewujudkan keadilan.
Adapun secara
substantif Bidang Studi Etika Administrasi Negara
diadakan untuk mengetahui beberapa hal berikut :
1. Tujuan ideal
administrasi,
2. Ciri-ciri
administrasi yang baik,
3. Penyalahgunaan
wewenang yang terjadi pada administrator,
4. Perbandingan
bentuk-bentuk administrasi yang baik dan buru.
Ada 3 prinsip
yang harus dipegang agar sebuah Administrasi dapat dikatakan baik yakni:
1. Prinsip
Pelayanan kepada Masyarakat
Prinsip utama prinsip demokrasi adalah
asas kedaulatan rakyat. Asas kedaulatan rakyat mensyaratkan bahwa
rakyatlah yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan negara, dari
sini dapat dipahami bahwa pemerintah ada memang untuk memberi pelayanan kepada
masyarakat.
2. Prinsip
Keadilan Sosial dan Pemerataan
Prinsip ini berhubungan dengan
distribusi pelayanan yang harus sesuai, tidak “pilih kasih” dan relatif
merata di seluruh wilayah sebuah negara/ pemerintahan.
3. Mengusahakan
Kesejahteraan Umum
Maksudnya adalah setiap pejabat
pemerintah harus memiliki komitmen dan untuk peningkatan kesejahteraan dan
bukan semata mata karena diberi amanat atau dibayar oleh negara melainkan
karena mempunyai perhatian yang tulus terhadap kesejahteraan warga negara pada
umumnya.
Dari sini dapat
diketahui bahwa lingkup Etika Administrasi Negara adalah pada penentuan nilai
dalam proses administrasi. Kedudukan etika administrasi negara berada diantara etika
profesi dan etika politik sehingga tugas administrasi negara tetap memerlukan
perumusan kode etik yang dapat dijadikan sebagai pedoman bertindak bagi segenap
aparat publik.
Etika
adminisrtasi negara merupakan salah satu wujud control terhadap administrasi
Negara dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas pokok, fungsi dan
kewenangannya. Jika administrasi Negara menginginkan sikap, tindakan dan
prilakunya dikatakan baik, maka dalam menjalankan tugas pokok, fungsi, dan
kewenangannya harus menyandarkan pada etika administrasi negara. Etika
administrasi Negara disamping digunakan sebagai pedoman, acuan, dan referensi
administrasi Negara dapat pula digunakan sebagai standar untuk menilai apakah
sikap, prilaku, dan kebijakannya dapat dikatakan baik atau buruk.
Etika sebagai
penentu keberhasilan atau kegagalan dalam kehidupan berbangsa. Khususnya Etika
Politik dan Pemerintah. Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan
yang bersih, efisien, dan efektif; menumbuhkan suasana politik yang demokratis
yang bercirikan keterbukaan, rasa tanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat;
menghargai perbedaan; jujur dalam persaingan; ketersediaan untuk menerima
pendapat yang lebih benar walau datang dari orang per orang ataupun kelompok orang;
serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. Etika pemerintahan mengamanatkan
agar para pejabat memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan
kepada publik, siap mundur apabila dirinya merasa telah melanggar kaidah dan
sistem nilai ataupun dianggap tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa,
dan Negara.
Sebaliknya,
saat etika administrasi negara tidak berjalan sebagaimana mestinya, maka
tercipta suatu ketidakseimbangan yang berujung pada masalah-masalah kompleks
yang sulit diselesaikan di Indonesia. Karena pada saat ini, dimana seharusnya
Indonesia yang menganut sistem demokrasi dapat lebih baik dengan perspektif
dari rakyat, oleh rakyat untuk rakyat ternyata harus terpuruk karena pada
kenyataannya, hampir semua pejabat politik dan pemerintah hanya memikirkan
kepentingan diri pribadi dan kelompoknya. Adanya ‘budaya’ korupsi yang telah
sejak lama menodai penyelenggaraan administrasi negara di Indonesia menunjukkan
bahwa etika administrasi negara telah sangat dilanggar oleh para penyelenggara negara.
Ketika etika untuk mengambil tindakan yang berhubungan langsung dengan kegiatan
negara dilanggar inilah maka dapat dipastikan etika politik dan pemerintah sama
sekali tidak diperhatikan.
Dengan melihat
semua fakta itulah, perlu adanya kesadaran bagi seluruh rakyat Indonesia akan
pentingnya etika administrasi negara yang mendasari baik buruknya suatu
penyelenggaraan negara, dan kemudian etika administrasi negara tersebut sangat
menentukan bagaimana etika kehidupan berbangsa, khususnya etika politik dan
pemerintah.
B.
PERATURAN
WALIKOTA MAKASSAR TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK
Peraturan
walikota Makassar nomor 13 tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
mencakup:
a. Tentang
tujuan dan prinsip peraturan walikota ini dimuat pada Pasal 2 dan 3, yaitu
berbunyi:
Pasal 2:
Penetapan Kawasan
Tanpa Rokok bertujuan untuk:
a. memberikan
perlindungan dari bahaya asap rokok bagi perokok aktif dan/atau perokok pasif;
b. memberikan ruang dan lingkungan yang bersih
dan sehat bagi masyarakat;
c. melindungi
kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk merokok baik yang langsung
maupun tidak langsung;
d. menciptakan
lingkungan yang bersih dan sehat, bebas dari asap rokok.
e. memenuhi
rasa aman/nyaman pada orang lain;
f. meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat; dan
g. menurunkan
angka perokok dan mencegah perokok pemula.
Pasal 3:
Prinsip penerapan Kawasan Tanpa Rokok adalah:
a. 100%
kawasan tanpa rokok;
b. tidak
ada ruang merokok di tempat umum/tempat kerja tertutup;
c. pemaparan
asap rokok pada orang lain melalui kegiatan merokok, atau tindakan mengijinkan
dan/atau membiarkan orang merokokdi Kawasan Tanpa Rokok adalah bertentangan
dengan hukum.
Tentang kawasan tanpa
rokok yang dimaksud dimuat dalam Pasal 4, yaitu berbunyi:
Kawasan Tanpa Rokok
meliputi:
a.
Fasilitas
Pelayanan Kesehatan;
b.
Tempat
Proses Belajar Mengajar;
c.
Tempat
Anak Bermain;
d.
Tempat
Ibadah;
e.
Fasilitas
Olahraga;
f.
Angkutan
Umum;
g.
Tempat
Kerja; dan
h.
Tempat
Umum.
Tanda pelarangan
merokok dan tata cara pemasangannya dimuat pada Pasal 10, yaitu:
1)
Tanda
peringatan larangan merokok harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a.
Ukuran
: lebih dari atau sama dengan 20 x 30 cm;
b.
Warna
: mencolok sehingga mudah dilihat;
c.
Materi
:
1.
terdapat
tulisan ”KAWASAN TANPA ROKOK”.
2.
terdapat
gambar/simbol rokok menyala dicoret di dalam lingkaran berwarna merah;
3.
mencantumkan
sanksi bagi si pelanggar serta dasar hukumnya;
2)
Tanda/petunjuk/peringatan
larangan merokok harus dipasang pada tempat yang strategis, mudah dilihat dan
jumlahnya disesuaikan dengan luas ruangan.
3)
Ukuran,
warna, dan materi tanda peringatan larangan merokok adalah sebagaimana terdapat
pada Lampiran I Peraturan Walikota ini.
Suatu
peraturan tidak ada apa-apanya tanpa diimplementasikan, dan dalam
pengimplementasiannya diperlukan ada pula pengendali yaitu sanksi yang harus
diberikan kepada orang yang melanggar atas peraturan tersebut. Tentang sanksi
yang akan diberikan kepada pelanggar peraturan walikota Makassar tentang
kawasan tanpa rokok, dimuat pada Pasal
15, yaitu:
1.
Pimpinan
atau penanggung jawab Kawasan Tanpa Rokok dapat dikenakan sanksi berupa:
a.
Peringatan
Tertulis;
b.
Penghentian
Sementara Kegiatan; dan/atau
c.
Pencabutan
Izin
2.
Tata
cara pemberian Sanksi Administratif di Kawasan Tanpa Rokok:
a.
Walikota
dan/atau Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait memberikan peringatan
tertulis kepada Pimpinan atau penanggung jawab Kawasan Tanpa Rokok
b.
apabila
dalam waktu 1 (satu) bulan sejak peringatan tertulis diberikan, pimpinan atau
penanggungjawab Kawasan Tanpa Rokok belum memenuhi ketentuan sebagaimana
tercantum dalam peringatan tertulis, maka kepada pimpinan/penanggungjawab
kawasan dimaksud diberikan sanksi berupa pencabutan izin.
3.
Sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b diberikan oleh Walikota atau Pejabat
yang berwenang.
C.
ETIKA
BAGI PEROKOK DAN KEBEBASAN INDIVIDU
Merokok merupakan hak pribadi seseorang. Namun, sebaliknya
menghirup udara bersih, bebas asap rokok juga merupakan hak asasi bukan
perokok. Selain itu hal ini memang dilematis, disatu pihak menyangkut soal
kesehatan, namun di pihak lain akan menentukan nasib tenaga kerja di industri
rokok.
Kebiasaan atau tatakrama
merokok belum sepenuhnya disadari oleh sebaagian besar masyarakat Makassar. Di
beberapa negara maju, seperti Eropa, Amerika, Australia dan Singapura, telah
diberlakukan aturan tidak merokok di tempat umum, di arena olahraga, dan di
tempat rekreasi. Peraturan ini ditaati secara konsekuen. Keperdulian terhadap
hak asasi bukan perokok sudah menjadi tatanan kehidupan sehari-hari, tanpa
harus menghakimi orang yang saat itu memilih untuk merokok.
Maka yang perlu
ditumbuhkankembangkaan dalam masyarakat adalah kesadaran dan etika sosial
dengan tidak merokok sembarangan. Dengan tetap menghargai hak asasi para
perokok diharapkan tetap membudayakan tatakrama atau etika merokok untuk
menghargai hak asasi para bukan perokok.
Kebebasan manusia tidak tak terbatas.
Namun bisa terbatas atau dibatasi oleh kondisi. Seorang tidak dapat bebas
berekspresi disebabkan kondisi tinggal di Negara dengan sistem otoriter, Secara
individu orang tersebut tetap memiliki kebebasan eksistensil, namun untuk
mewujudkan keinginan berorganisasi ataupun mengeluarkan pendapat tidak dapat
dilaksanakan. Ini tentu berbeda dengan pembatasan perilaku yang dibuat secara
bersama-sama untuk kebutuhan dan kebaikan bersama yaitu melalui peraturan
perundangan, peraturan adat dan ajaran agama yang merupakan ekspresi kebebasan
sosial.
Tindakan etis/moral manusia merupakan
pengejawantahan kebebasan sejati. Kebebasan yang terberi, kebebas moral
universal. Kebebasan yang merupakan kemampuan manusia menerima perintah suara
hati nurani dan mengejawantahkannya setelah melalui pergulatan dan analisa
rasional dan bentukan kondisional. Kebebasan moral selalu harus bernegosiasi
dengan kebebasan social. Kebebasan social merupakan suatu ekspresi bersama
didalam menjaga dan melindungi kebebasan masing-masing individu.
Seorang manusia dengan kebebasan
moral dapat dengan berani melawan dengan menangkis atau memukul balik ketika
dia diancam peras atau ditodong. Seorang ini, sebut saja Bima ditengah jalan
diminta memberikan tas yang dibawanya oleh seorang lain dengan ancaman akan
dipukul. Lalu Bima menggunakan kemampuan pikirannya dan strategi untuk
melindungi diri dengan menendang orang yang menodongnya lalu lari. Itulah
aktualisasi kebebasan eksistensil individu,yang mengekspresikan dirinya
tidak “menunggu” polisi datang misalnya, atau orang lain lain menyelamatkannya.
Kehendak untuk aman melindungi diri dilakukan dengan melawan. Mungkin usai
tindakan itu Bimo akan merasakan sedikit beban moral, misalnya “apakah orang
yang ditendangnya terluka” dan sebagainya, beban moral merasa bersalah yang
dapat diatasi dengan mengedepankan hak manusia untuk terbebas dari tindakan
criminal.
Tindakan orang melawan kejahatan adalah
ekspresi kebebasan moral, sedangkan tindakan menerima begitu saja dan menyerah
merupakan gambaran hambatan moral karena ketiadaan kebebasan yang menyebabkan
ketiadaan kehendak. Ketika ia melakukan perlawanan, ia berkehendak terbebas
dari kekerasan, menjaga hak miliknya. Sehingga dia tak hanya ingin menjaga hak
miliknya tetapi melaksanakannya sebagai kehendak menjaga hak miliknya.
Ada orang lain yang mungkin ingin melawan, namun hambatan takut, menyebabkan ia tidak melawan
dan menyerahkan barang miliknya dengan terpaksa kepada penodong. Keingiannya
tidak terlaksana sebagai kehendaknya sebagai tindakan. Maka dengan menendang
penodong adalah bukti Bima tersebut telah mengimplemtasikan kebebasan moralnya,
menunjukkan bahwa Bimo memiliki kebebasan fisik-psikis.
D.
ETIKA
YANG SEDERHANA BAGI PEROKOK
1. Kebiasaan buruk perokok
:
Merokok
itu sendiri bisa dikatakan sebagai kebiasaan tak sehat. Sudah begitu ditambah
dengan kebiasaan buruk yang biasa dilakukan oleh perokok itu sendiri, antara
lain :
a. Membuang puntung rokok
sembarangan;
Percaya
atau tidak, coba lihat kaki kursi di ruang tamu atau ruang keluarga. Jika
ruangan tadi tidak ada asbak, sudah pasti abunya bisa ditemukan di kaki kursi atau
meja. Itu baru di dalam rumah. Ketika di
luar rumah, kebiasaan merokok sambil berkendara adalah kebiasaan yang sangat
buruk. Selain dia tidak konsentrasi, puntung rokok yang dibuang sembarang
terkadang masih menyala dan mengenai
pengendara lain.
b. Merokok di dalam
ruangan tertutup
Yang
jelek dari merokok di dalam ruangan adalah bau rokok yang tidak hilang.
Kalaupun sudah menggunakan pengharum ruangan, sesungguhnya zat-zat kimia
berbahaya yang ada di asap rokok tidak akan bisa hilang begitu saja. Dia akan
melekat di kursi, korden atau tembok ruangan, apalagi jika ruangannya ber-AC.
Terlebih lagi kebiasaan merokok di dalam toilet/wc.
Anda pasti bisa membayangkan sendiri bagaimana kondisinya. Termasuk merokok di dalam
kendaraan umum.
c.
Merokok didekat anak
kecil, ibu hamil/menyusui
Inilah kebiasaan buruk perokok kita. Karena merokok
dianggap sebagai hal biasa, maka banyak orang tua yang merokok ketika sedang
berkumpul dengan anak-anaknya di ruang keluarga. Paru-paru anak yang harusnya
kita jaga karena masih murni, malah kita racuni dengan asap rokok. Dan secara
tidak langsung memberikan edukasi merokok kepada anak, tanpa biaya. (Inilah yang
diharapkan oleh perusahaan rokok, adanya generasi penerus konsumen rokok). Diperparah
lagi dengan kebiasaan menyuruh anak-anak untuk membelikan rokok di warung.
2.
Etika
Merokok yang Baik
Meminta seorang perokok untuk berhenti merokok adalah
sesuatu yang sulit. Mereka akan
tetap merokok sampai kapan pun. Mungkin sampai maut menjemput,
atau sampai penyakit datang menghampiri.
Jika demikian adanya, hampir pasti sangat mustahil untuk
menghentikan kebiasaan merokok mereka. Karena itulah memang sebaiknya tidak kita
usik lagi kegiatan merokok mereka. Kita harus menghormati hak mereka untuk
merokok. Kapanpun dan dimanapun mereka ingin merokok, kita persilakan. Namun
demikian diperlukan adanya etika merokok dengan ketentuan dan syarat yang berlaku, sebagai berikut :
a)
Tidak merokok di dalam
ruangan; baik di dalam rumah, di gedung
perkantoran, di fasilitas umum, di dalam kendaraan umum, atau di dalam
toilet/wc. (Merokok di dalam ruangan hanya berlaku di ruangan khusus untuk
merokok!)
b)
Tidak merokok sambil
berkendara; kecuali bisa memastikan untuk
tidak membiarkan abunya beterbangan di jalanan dan menyimpan puntungnya di saku
atau di mobil anda.
c)
Menghormati anak kecil,
ibu hamil/menyusui; bahwa mereka adalah masa
depan kita. Janganlah meracuni mereka dengan asap rokok. Jangan mengedukasi
mereka untuk merokok. Jangan merokok di hadapan anak kecil dan jangan menyuruh
mereka untuk membelikan rokok anda.
d)
Buang puntung dalam
keadaan mati di dalam tempat sampah;
e)
Merokok ditempat yang sudah
ditentukan;
f) Sediakan asbak dan buang puntung
rokok/abu rokok di Asbak yang sudah disediakan;
g) Minta izin merokok kepada yang tidak
merokok dan arahkan asap rokok ke bawah jangan ke
muka orang yang tidak merokok;
h)
Tawarkan rokok sebelum kita merokok dan Sulutkan/nyalakan
ketika ada yang mau merokok.
C.
SOLUSI
BAGI PEROKOK DI MAKASSAR
Indikator perilaku hukum menunjukkan
bahwa masih banyak masyarakat yang tidak mendukung peraturan dengan alasan
karena kebebasan mereka atau hak mereka dibatasi, terutama bagi mereka yang
perokok berat. Ada juga responden yang berpendapat bahwa agak sulit atau merasa
terbebani untuk keluar dari gedung ketika ingin merokok. Masih rendahnya
perilaku pengunjung dan tamu hotel dalam menaati peraturan mungkin karena
masalah merokok adalah masalah perilaku sehingga perlu waktu dan proses untuk
mengubahnya. Alasan yang membuat mereka melanggar peraturan dimungkinkan karena
watak masyarakat yang ingin mencoba-coba melanggar atau rasa ego yang memicu
untuk melanggar peraturan. Bilamana peraturan ditaati maka banyak manfaat yang
akan kita terima. Peraturan itu efektif apabila para pemegang peran berperilaku
positif yaitu berperilaku yang tidak menimbulkan masalah, dimana faktor
perilaku dapat memengaruhi orang untuk menaati peraturan.
Oleh karena itu, penerapan aturan dan
pengawasan yang ketat dapat menjadi solusi utama bagi agar tidak ada yang
merokok di kawasan-kawasan yang dilarang merokok, namun harus disosialisasikan
secara menyeluruh kepada semua lapisan masyarakat terlebih dahulu sampai tidak
ada miskomunikasi serta tidak ada alas an tidak tahu jika ada yang tertangkap
melakukan pelanggaran. Selai itu, ada beberapa langkah yang bisa ditempuh untuk
mengatasi masalah perokok di Makassar, antara lain:
1. Banyak melakukan
sosialisasi tentang bahaya merokok, karena dengan
banyak mensosialisasikannya kepada para perokok akan mewujudkan kesadarannya,
jika tidak peduli dengan dirinya maka minimal mereka akan sadar akan
orang-orang yang tidak merokok yang ada disekitarnya. Dengan begitu mereka akan
mencari tempat yang tepat setiap ingin merokok.
2. Menyediakan banyak
tempat khusus untuk merokok yang layak,
sama halnya jika orang tidak dibiarkan buang air kecil disembarang tempat maka
harus disediakan toilet, atau seperti pula dengan sampah jika dilarang dibuang
disembarang tempat maka buatkalah tempat
sampah. Begitu jugalah dengan perokok jika dilarang merokok ditempat
umum maka buatkalah tempat khusus untuk merokok.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
DAN SARAN
Bagaimana dalam menyingkaapi masalah
tentang rokok? Tentu harus ada political will dari pemerintah dan berbagai LSM
aktif kampanye anti rokok dan memberi penyuluhan kepada masyarakat bekerjasama
dengan Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan Nasional. Upaya untuk
berhenti merokok, perlu ditunjang dengan penyuluhan kesehatan, melalui media
cetak, media elektronok atau melalui program-program tertentu pada klinik
berhenti merokok. Upaya berhenti merokok bagi seseorang sebenarnya kembali
kepada diri sendiri, apakah perokok memang punya keinginan keras untuk
menghentikan kebiasaan merokok yeng telah bertahun-tahun menjadi bagian
hidupnya.
Materi muatan Ranperda Kota Makassar masih terdapat
materi yang belum harmonis sehingga perlu diharmoniskan dan ditambahkan materi
tentang peranserta masyarakat, pembatasan iklan rokok, penghargaan (reward),
tempat khusus merokok.
Pelaksanaan Kawasan Bebas Asap Rokok pada ketiga
tempat belum sesuai peraturan, seyogyanya menyesuaikan dengan peraturan
terutama setelah keluarnya Perda dan penataannya secara bertahap dengan
memperhatikan kultur masyarakat dan Pemerintah Kota Makassar seyogyanya
memberikan penghargaan (reward) kepada pimpinan atau penanggung jawab kawasan
atau institusi yang telah menerapkan Kawasan Bebas Asap Rokok dan dapat
dijadikan contoh bagi kawasan yang lain. Faktor-faktor yang memengaruhi orang
untuk menaati peraturan adalah pengetahuan tentang peraturan, isinya dan
memahami bahaya asap rokok, perilaku hukum dan petugas atau tenaga yang
menegakkan aturan. Selain itu faktor lingkungan, takut sanksi, memahami tujuan
peraturan sehingga upaya penyebaran informasi secara persuasif ditingkatkan
agar terwujud hak atas kesehatan masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
http://nasional.kompas.com/read/2011/12/22/10035344/Pemkot.Makassar.Berlakukan.Perda.Antirokok.
https://www.google.com/search?q=perda+no+4+tahu+2013&ie=utf-8&oe=utf-8#q=perda+kota+makassar+no+4+tahu+2013
http://www.fakta.or.id/kawasan-tanpa-rokok-ktr/
No comments:
Post a Comment