MODUL 1
Teori dan Paradigma
Pembangunan
I. Pendahuluan
Mata kuliah ini
membahas dan mendiskusikan berbagai teori dalam tiga paradigma pembangunan yang
tumbuh dan berkembang di dalam disiplin ilmu sosial, terutama sosiologi dan ekonomi.
Menurut beberapa pakar, teori-teori pembangunan dapat dikelompokkan ke dalam dua
paradigma, yaitu Modernisasi dan Ketergantungan (Lewellen 1995; Larrain 1994;
Kiely 1995). Di dalam paradigma Modernisasi termasuk teori-teori makro tentang
pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial, dan mikro tentang nilai-nilai
individu yang menunjang proses perubahan tersebut. Sedangkan paradigma
Ketergantungan mancakup teori-teori Keterbelakangan (Underdevelopment), Ketergantungan (Dependent Development), dan Sistem Dunia (World System Theory) sesuai dengan klasifikasi Larrain (1994). Berbeda dengan pengelompokan diatas, yang
membagi teori pembangunan ke dalam dua paradigma, kuliah ini mengelompokannya
ke dalam tiga paradigma atau perspektif, yaitu Modernisasi, Keterbelakangan dan
Ketergantungan. Dalam hal ini, tidak ada perbedaan dalam perspektif Modernisasi. Di dalam Paradigma
Keterbelakangan termasuk Teori Underdevelopment Baran, Frank, Amin, dan Wallerstein (World System
Theory), karena mereka lebih mencurahkan perhatian kepada pengaruh ekonomi
global terhadap keterbelakangan di Dunia Ketiga. Sedangkan Associated Dependent Development (Cardoso dan Faletto) dan Dependent
Development (Evans) dimasukkan ke dalam Paradigma Ketergantungan, karena
kedua teori ini lebih memberikan perhatian kepada kemungkinan pertumbuhan
ekonomi di negara-negara yang sedang membangun, walaupun ada ketergantungan
terhadap ekonomi global.
Modul
ini disusun untuk menjelaskan
teori-teori pembangunan sebagaimana klasifikasi diatas, dengan melakukan
sedikit analisis tentang perkembangannya melalui hasil-hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh para ahli. Sebelum
sampai kepada diskusi tentang berbagai teori dan paradigma pembangunan
sebagaimana disebutkan diatas, pada bagian awal kuliah ini akan dibahas latar
belakang kemunculan teori dan paradigma tersebut, berdasarkan pengalaman Eropa.
Pembicaraaan tentang sejarah ini terpusat kepada hubungan antara proses
perkembangan masyarakat Eropa (sejak feodalisme sampai kapitalisme dan imperralisme)
dengan kemunculan beberapa teori ekonomi, perubahan sosial dan pembangunan.
Secara khusus, bagian ini terbagi menjadi dua periode, yaitu sejarah sebelum
dan setelah 1945. Pada bagian berikutnya, dibicarakan pandangan Karl Marx dan
Rostow berkenaan dengan teori perubahan dan pertumbuhan bertahap. Kedua pakar ini perlu dibicarakan secara khusus,
karena kontribusinya yang cukup besar terhadap permikiran tentangperubahan
sosial danpembangunan. Dalam hal ini, Marx mewakili dasar-dasar pandangan
klasik sedangkan Rostow dianggap mewakili pandangan modern.
Kemudian
dilanjutkan dengan teori Modernisasi, yang disusul dengan kritik terhadap teori
ini. Selanjutnya, diskusi diarahkan kepada kemunculan teori Keterbelakangan dan
Ketergantungan sebagai reaksi terhadap berbagai kelemahan teori Modernisasi. Hal
ini dilakukan untuk melihat pasang-surut teori-teori pembangunan, sejak
kelahiran teori Modernisasi awal Tahun 1950an, sampai kemunculan teori
Ketergantungan dan New Comparative Pilitical Economy (NCPE) awal 1980an.
Secara ringkas, kritik yang tajam terhadap kegagalan teori Modernisasi tidak
seluruhnya benar, hal ini dapat dibuktikan secara empiris dalam bagian
selanjutnya. Apabila dipahami dengan seksama, pandangan NCPE sesungguhnya
merupakan kebangkitan dari teori
Modernisasi yang telah dianggap gagal di Amerika Latin, dimana teori ini
seolah-olah telah banyak melakukan penyesuaian sepanjang waktu.
Pada
bagian akhir kuliah dibahas kasus penerapan teori modernisasi di Indonesia dan
membandingkannya dengan Malaysia dan Thailand. Dalam pembahasan tiga negara
ini, perhatian diarahkan kepada hubungan antara pertumbuhan ekonomi (dengan
indikator GNP per kapita), dengan beberapa indikator prediktor, terutama hutang luar negeri dan penanaman modal asing
(PMA). Kasus ini disajikan agar mahasiswa dapat melihat operasionalisasi teori
pembangunan (khususnya teori Ketergantuangan) dalam praktek pembangunan di
ketiga negara tersebut. Dengan contoh ini, mahasiswa dapat melihat teknik dan
prosedur yang bisa digunakan untuk menganalisis fenomena pembangunan di
negara-negara yang sedang berkembang. Dengan demikian,
analisis tentang teori pembangunan diharapkan akan lebih luas.
Selain membahas
konsep-konsep dan teori, secara empiris dapat dilihat juga implementasi dan
hasil-hasilnya di tiga negara tersebut. Penyajian tentang hal ini perlu
dilakukan mengingat berbagai kepustakaan yang tersedia dalam Teori Pembangunan
di Indonesia, belum banyak melakukan analisis teoritis dan empiris, sehingga
hubungan diantara kedua dimensi ini belum jelas. Perlu dipahami misalnya, kebijakan dan strategi pembangunan di
beberapa negara yang didasarkan kepada teori yang sama, tetapi menghasilkan
kinerja pembangunan yang berbeda. Kebijakan dan strategi pembangunan di
Indonesia, pada dasarnya sama dengan di Malaysia dan Thailand, juga Amerika
Latin, yaitu menganut teori Modernisasi. Di negara-negara ini, bantuan luar
negeri (hutang luar negeri dan PMA) telah menjadi mesin utama pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi, sesuai dengan teori Modernisasi. Namun, penerapan teori ini
di tiga negara kasus, telah menghasilkan kinerja pembangunan yang berbeda.
Analisis tentang beberapa hal yang meneyebabkan perbedaan ini dikemukakan dalam
bagian akhir modul, yang berfokus kepada faktor-faktor internal di tiga negara
kasus tersebut.
II. Tujuan Instruksional Umum Mata Kuliah
Penyajian mata kuliah Teori dan Paradigma Pembangunan ini bertujuan agar
mahasiswa dapat:
(1)
Memahami pengertian
teori dan paradigma dalam studi pembangunan;
(2)
Mengetahui proposisi dan
perkembangan beberapa teori pembangunan dalam paradigma modernisasi,
keterbelakangan dan ketergantungan.
(3)
Mengetahui hubungan
antara teori-teori pembangunan (development
theories) dengan praktek kebijakan dan strategi pembangunan, baik pada
tingkat nasional maupun daerah;
(4)
Mengenal berbagai kasus
untuk melihat penerapan teori pembangunan di beberapa negara dunia ketiga.
III. Tujuan Instruksional Khusus Mata Kuliah
Setelah mengikuti (modul) mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan akan:
(1) dapat menjelaskan teori-teori dalam tiga paradigma studi pembangunan, yaitu
modernisasi, keterbelakangan dan ketergantuangan beserta beberapa varians di
dalamnya;
(2) mampu menguraikan persamaan dan perbedaan antara proses peru-bahan dan
pembangunan melalui proses evolusi dan difusi;
(3) mampu
mengidentifikasi dan menganalisis masalah-masalah dalam pembangunan baik pada
tingkat nasional, propinsi maupun unit wilayah lain yang lebih kecil;
(4) dapat mengaplikasikan
beberapa kebijakan, strategi dan pendekatan pembangunan yang cocok baik pada
tingkat nasional, propinsi maupun unit wilayah lain yang lebih kecil.
IV. Pokok Bahasan dan
Materi Pokok:
MODUL
|
POKOK BAHASAN
|
MATERI POKOK
|
1
|
Teori
dan paradigma pembangunan [Link]
|
Pendahuluan:
TIU, TIK, Pokok Bahasan
1.
Pengertian dan Indikator Pembangunan
|
2
|
Sejarah
munculnya teori dan paradigma pemba-ngunan [Link]
|
2.
Perkembangan teori pembangunan sampai 1945
3.
Perkembangan teori pembangunan pasca 1945
|
3
|
Pembangunan
dan peru-bahan sosial sebagai proses bertahap [Link]
|
4.
Perubahan sosial dalam perspektif Karl Marx
5.
Lima tahap pertumbuhan ekonomi: W.W. Rostow
|
4
|
Perspektif
Modernisasi
[Link]
|
6.
Pendekatan makro (struktural) dan mikro
(sosial-psikologis) dalam teori moderni-sasi
7.
Pendekatan difusionis dalam teori modernisasi
|
5
|
Perspektif
keterbela-kangan dan ketergan-tungan [Link]
|
8.
Teori keterbelakangan Baran, Frank, Amin
9.
Teori sistem dunia Wallerstein
10.
Teori ketergantungan Cardoso, Faletto, Evans
|
6
|
Kasus
ketergantungan di Indonesia, Malaysia dan Thailand [Link]
|
11.
Profil tiga negara menurut variabel sosial-ekonomi
12.
Analisis statistik dan diskusi kasus ketergantungan di
tiga negara
|
7
|
Perkembangan
Moder-nisasi di Indonesia 1967-1997 dalam perspektif ekonomi politik
[Link]
|
13.
Perkembangan modernisasi Indonesia 1967-1997
14.
Modernisasi Indonesia dalam perspektif ekonomi politik
|
MODUL 1
Materi Pokok 1
Pengertian dan Indikator Pembangunan
Tujuan
Instruksional
Materi pokok
ini disajikan agar mahasiswa mengetahui dan memahami pengertian dan indikator
pembangunan dalam konteks pembangunan nasional. Setelah membaca materi pkok
ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan pengertian pembangunan dan setiap
indikator yang telah dipalajari. Disamping itu, mahasiswa juga diharapkan untuk
dapat menerapkan konsep dan mengaplikasikan indikator sosial, ekonomi dan
politik dalam praktek perumusan kebijakan dan strategi pembangunan nasional dan
daerah, sesuai dengan bidang pekerjaan masing-masing.
a) Pengertian
Pembangunan
Pembanguanan nasional di negara-negara dunia
ketiga telah dimulai sejak pasca Perang Dunia Kedua. Negara-negara bekas
jajahan di Asia dan Afrika, juga Amerika Latin
telah menjadi arena pengujian teori-teori pembangunan, melalui praktek
formulasi kebijakan pembangunan beserta implementasinya. Hasil dari berbagai
pengujian teori di berbagai belahan dunia tersebut, telah memberikan hasil yang
beragam dan sumbangan terhadap beberapa cabang ilmu sosial, terutama Ekonomi,
Sosiologi (Portes 1976; Delacroix 1977) dan Ilmu Politik (termasuk Adminisrasi
Negara). Pembangunan nasional (national development) adalah proses
perubahan yang meliputi seluruh dimensi kehidupan masyarakat, seperti ekonomi,
politik, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan teknologi, kelembagaan dan
budaya.
Portes (1976) mendefinisikan
pembangunan (development) sebagai
transformasi ekonomi, sosial dan budaya.
Pembangunan nasional adalah proses perubahan yang direncanakan untuk
memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat ke arah yang diinginkan,
melalui kebijakan, strategi dan rencana. Perubahan atau transformasi dalam
struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat dari adanya peningkatan atau
pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan jasa, sehingga
kotribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar. Sebaliknya, kontribusi
sektor pertanian akan menjadi semakin kecil dan berbanding terbalik dengan
pertumbuhan industrialisasi dan modernisasi ekonomi. Ciri stuktur ekonomi
negara industri yang sudah berada pada level “high mass consumption”
adalah tingginya kontribusi sektor jasa terhadap pendapatan nasional (GNP/PDB).
Transformasi sosial dapat dilihat
dari adanya pendistribusian kemakmuran melalui pendapatan dan pemerataan untuk
memperoleh akses terhadap sumber daya sosial-ekonomi, seperti pendidikan,
kesehatan, perumahan, air bersih, fasilitas rekreasi, dan partisipasi dalam proses pembuatan keputusan
politik. Transformasi budaya, biasa dikaitkan, antara lain, dengan bangkitnya semangat kebangsaan dan
nasionalisme, disamping adanya perubahan
nilai dan norma yang dianut masyarakat, seperti perubahan dari spiritualisme
ke materialisme/ sekularisme. Pergeseran
dari penilaian yang tinggi kepada moralitas menjadi penilaian yang tinggi
kepada penguasaan materi, dari kelembagaan tradisional menjadi organisasi
modern dan rasional. Secara umum dapat dipahami bahwa pembangunan adalah
perubahan sosial, sedangkan perubahan sosial tidak selalu identik dengan
pembangunan. Dalam konteks ini, pembangunan adalah perubahan yang direncanakan,
disengaja dan diinginkan untuk mencapai tujuan tertentu.
Proses pembangunan terjadi dalam
semua aspek kehidupan masyarakat, baik
yang berlangsung pada tingkat nasional maupun wilayah/daerah. Karakteristik
yang cukup penting dalam pembangunan
adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress), pertumbuhan, dan
difersifikasi. Kemajuan misalnya, dapat diidentifikasi dari adanya peningkatan
dalam rasionalisasi kehidupan masyarakat, teknologi dan efisiensi. Sedangkan pertumbuhan identik
dengan kemajuan ekonomi yang ditandai
oleh peningkatan pendapatan masyarakat sebagai akibat dari pertumbuhan
produktifitas dan diikuti oleh diversifikasi kegiatan ekonomi, baik vertikal
maupun horizontal. Dengan demikian, pembangunan memiliki tiga ciri dasar yaitu:
pertumbuhan, diversifikasi/diferensiasi dan perbaikan (progress) yang terjadi pada
semua aspek dan tingkat kehidupan
masyarakat. Proses pembangunan dapat dibedakan menurut kecepatan (rate),
arah (direction) dan level dimana proses tersebut berlangsung. Hal ini terjadi karena variabel-variabel
pembangunan berubah dengan rates (kecepatan) yang berbeda di tempat yang
berbeda. Sebuah bangsa yang baru membangun mungkin hanya dapat memusatkan
usaha-usaha pembangunannya kepada aspek-aspek primer seperti nation building,
penurunan angka kelahiran dan kematian, pendidikan dasar, dan infrastruktur
seperti jalan/jembatan dan komunikasi.
Penggunaan indikator dan variabel
pembangunan bisa berbeda untuk setiap negara atau wilayah. Misalnya, di
negara-negara yang masih miskin, ukuran kemajuan dan pembangunan mungkin masih
sekitar pemenuhan berbagai kebutuhan dasar seperti listrik masuk desa, layanan
kesehatan pedesaan, dan harga makanan
pokok yang rendah. Sementara itu,
untuk negara-negara/wilayah yang telah dapat memenuhi kebutuhan
tersebut, indikator pembangunan akan
bergeser kepada faktor-faktor sekunder dan tersier, seperti:
(1) Pertumbuhan ekonomi yang mendorong pemerataan, kesejahteraan dan
peningkatan kualitas hidup;
(2) Menguatkan ekonomi nasional/domestik yang dapat memperluas lapangan kerja,
sehingga daya beli masyarakat terus meningkat baik untuk barang lokal maupun
impor;
(3) Diversifikasi kegiatan/sektor ekonomi dengan penguatan sektor industri dan
jasa disertai dengan keseimbangan antara produksi barang ekspor dan impor;
(4) Partisipasi masyarakat dalam kehidupan politik dan proses pembuatan
keputusan;
(5) Tersedianya kesempatan untuk memperoleh pendidikan untuk semua lapisan masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan;
(6) Stabilitas sosial, politik dan pemerintahan yang disertai dengan penguatan hak-hak azasi manusia.
Dalam perkembangan selanjutnya, development dapat dibedakan menjadi economic
development dan social development, seperti yang dikemukakan oleh
Blakely (2000). Pembangunan ekonomi berkenaan dengan investasi,
peningkatan penyerapan angkatan kerja, dan peningkatan upah buruh. Dalam
pandangan pembangunan endogen, pembangunan ekonomi dapat dipahami sebagai
proses melalui mana pemerintah lokal bekerjasama dengan kelompok-kelompok
masyarakat dan swasta dalam mengelola sumberdaya yang tersedia untuk
menciptakan lapangan kerja dan menstimulasi kegiatan ekonomi (Blakely 2000).
Pembangunan sosial berkenaan dengan pembangunan masyarakat secara menyeluruh,
yang mencakup ekonomi, politik, budaya, hukum, kelembagaan, kesehatan,
pendidikan dan dimensi-dimensi sosial lainnya. Di dalamnya mencakup juga
pemberdayaan sektor swasta dan masyarakat sipil, proses politik yang
partisipatif dan akuntabel, pembangunan infrastruktur ekonomi dan sosial,
termasuk pelayanan sosial yang memadai dan memuaskan.
b)
Indikator Pembangunan
Dari uraian diatas,
dapat diidentifikasi beberapa indikator dalam berbagai dimensi pembangunan yang dapat diklasifikasikan menjadi
indikator ekonomi, kesejahteraan sosial dan partisipasi politik atau
demokratisasi. Sejumlah indikator ekonomi yang banyak digunakan oleh
lembaga-lembaga internasional antara lain pendapatan per kapita (GNP atau PDB)
dan jumlah tabungan, sebagai indikator pertumbuhan. Struktur perekonomian dan tingkat
urbanisasi, sebagai indikator diferensiasi sosial-ekonomi. Sedangkan indikator progress, antara lain, dapat dilihat
dalam tingkat pendidikan dan kesehatan. Masing-masing indikator ini dapat
dijelaskan sebagai berikut.
Pendapatan per kapita
Pendapatan
per kapita, baik dalam ukuran GNP maupun PDB merupakan salah satu indikator
makroekonomi yang telah lama digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi.
Dalam perspektif makroekonomi, indikator ini dapat menggambarkan kesejahteraan
dan kemakmuran masyarakat dan merupakan bagian kesejahteraan manusia yang dapat
diukur. Pendapatan juga dapat digunakan sebagai data kegiatan ekonomi, terutama
dalam kaitannya dengan produksi barang dan jasa oleh masyarakat dalam suatu
periode tertentu. Selama ini, peningkatan dalam pendapatan nasional telah
menjadi fokus dari pengukuran pembangunan. Badan-badan internasional, seperti
Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional telah menggunakannya untuk melihat
dan membandingkan kinerja perekonomian
negara-negara di seluruh dunia. Tampaknya, pendapatan per capita telah
menjadi indikator makroekonomi yang tidak bisa diabaikan, walaupun memiliki
beberapa kelemahan. Sehingga pertumbuhan
pendapatan nasional, selama ini, telah dijadikan tujuan pembangunan di
negara-negara dunia ketiga. Seolah-olah ada asumsi bahwa kesejahteraan dan
kemakmuran masyarakat secara otomatis ditunjukkan oleh adanya peningkatan
pendapatan nasional (pertumbuhan ekonomi).
Walaupun
demikian, beberapa pakar mengganggap, bahwa penggunaan indikator ini sebagai
tujuan pembangunan telah mengabaikan pola distribusi pendapatan nasional. Dengan kata lain,
indikator ini tidak mengukur distribusi pendapatan dan pemerataan kesejahteraan, termasuk pemerataan akses
terhadap sumber daya ekonomi. Indikator ini tidak dapat menjelaskan situasi
ketimpangan pendapatan dalam sebuah
masyarakat atau bangsa. Sebagai indikator pemerataan, Bank Dunia menggunakan
ukuran 20 persen dari penduduk lapisan paling atas yang dapat menikmati pendapatan
nasional, dibandingkan dengan 20 persen
penduduk pada lapisan terbawah. Struktur pendapatan masyarakat dapat juga
diklasifikasikan menjadi tiga kolompok, yaitu 40 persen tingkat bawah, 40
persen tingkat menengah dan 20 persen tingkat atas. Ketimpangan pendapatan,
misalnya, bisa dilihat pada angka 20
persen kelompok atas yang menguasai 73.5 persen pendapatan nasioanal seperti
terjadi di Equador pada 1970. Sebaliknya, indikasi pemerataan tampak lebih baik
di Amerika Serikat, dimana 38,8 persen pendapatan nasional disumbangkan oleh 20
persen kelompok masyarakat tingkat atas, pada tahun yang sama. Besarnya kelas
menengah juga bisa dilihat dari penguasaan kelas ini terhadap pendapatan
nasional. Misalnya, di Amerika Serikat 41,5 persen (1970) dan Inggris 42,2
persen (1968). Pada umumnya, ketimpangan pendapatan yang cukup tajam lebih
banyak ditemukan di negara-negara miskin.
Indeks Gini juga
digunakan untuk mengukur distribusi pendapatan dalam sebuah negara/masyarakat.
Penggunaan index dan ukuran pemerataan kesejahteraan perlu dipertimbangkan,
karena menurut para ahli, pada awal terjadinya pertumbuhan ekonomi di
negara-negara miskin, tidak akan memperbaiki status kaum miskin. Pada tahap
awal pembangunan, yang akan memperoleh keuntungan dan menikmati hasil-hasilnya adalah mereka
yang berada dalam kelompok berpenghasilan
tinggi dan menengah. Sedangkan mereka yang di dalam kelompok
berpenghasilan rendah akan tetap tertinggal sampai pada tahap pembangunan
tertentu dalam waktu yang cukup lama.
Struktur Ekonomi
Telah menjadi
asumsi bahwa peningkatan pendapatan per kapita akan mencerminkan transformasi
struktural dalam bidang ekonomi dan kelas-kelas sosial. Dengan adanya
perkembangan ekonomi dan peningkatan pendapatan per kapita, kontribusi sektor
manufaktur/industri dan jasa terhadap pendapatan nasional akan meningkat terus.
Perkembangan sektor industri dan perbaikan tingkat upah akan meningkatkan
permintaan atas barang-barang industri, yang akan diikuti oleh perkembangan
investasi dan perluasan penyerapan angkatan kerja. Di lain pihak,
kontribisi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional akan semakin menurun. Angkatan kerja sektoral juga akan
mengalami transformasi sesuai dengan perkembangan industrialisasi. Pada tahap
awal pembangunan, proporsi terbesar angkatan kerja adalah di sektor pertanian,
kemudian diikuti oleh sektor-sektor industri/manufaktur dan jasa. Pada tahap
berikutnya, angakatan kerja akan terkonsentrasi di sektor industri. Terjadinya
proses industrialisasi dapat dilihat dari perubahan yang dialami oleh tiga
sektor utama ekonomi, yaitu sektor primer (pertanian), sekunder (industri) dan
tersier (jasa). Sebuah negara bisa dikatakan negara industri apabila proporsi
sektor primer di dalam pendapatan nasional kurang dari 15 persen dan proporsi
angkatan kerja di sektor ini tidak lebih dari 20 persen. Sedangkan proporsi
penduduk perkotaan (urban) diatas 60 persen.
Urbanisasi
Urbanisasi dapat
diartikan sebagai meningkatnya proporsi penduduk yang bermukim di wilayah
perkotaan dibandingkan dengan di pedesaan. Urbanisasi dikatakan tidak terjadi,
apabila pertumbuhan penduduk di wilayah urban sama dengan nol. Sesuai dengan
pengalaman industrialisasi di negara-negara
Eropa Barat dan Amerika Utara,
maka proporsi penduduk di wilayah urban berbanding lurus dengan proses
industrialisasi. Ini berarti bahwa kecepatan urbanisasi akan semakin tinggi
sesuai dengan cepatnya proses industrialisasi. Di negara-negara industri,
sebagian besar penduduk tinggal di wilayah perkotaan; sedangkan di
negara-negara yang sedang berkembang proporsi terbesar tinggal di wilayah
pedesaan. Berdasarkan kepada fenomena ini, maka urbanisasi telah digunakan
sebagai salah satu indikator pembangunan.
Negara-negara
dengan tingkat urbanisasi yang tinggi akan memiliki pertumbuhan yang rendah.
Sedangkan negara-negara dengan tingkat urbanisasi yang masih rendah, biasanya
memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi. Misalnya, pertumbuhan penduduk
urban di Amerika Serikat dan Inggris, dengan tingkat urbanisasi yang telah
mencapai 77 dan 89 persen, lebih rendah dari yang terjadi di negara-negara
dunia ketiga. Secara demografis, pertumbuhan penduduk wilayah urban, bisa
disebabkan oleh beberapa faktor. Antara lain perpindahan penduduk desa ke kota,
angka kelahiran yang lebih tinggi dan angka kematian yang lebih rendah dari
pada di desa, sehingga pertumbuhan alami
menjadi lebih besar. Peristiwa migrasi masyarakat desa ke kota karena
industrialisasi dapat memberikan kontribusi yang cukup berarti terhadap tingginya
angka urbanisasi.
Angka Tabungan
Perkembangan sektor manufaktur/industri selama tahap
industrialisasi memerlukan investasi dan modal. Financial capital merupakan faktor utama dalam proses
industrialisasi dalam sebuah masyarakat, sebagaimana terjadi di Inggris dan Eropa pada umumnya pada awal
pertumbuhan kapitalisme yang disusul oleh revolusi industri. Dalam masyarakat
yang memiliki produktifitas yang tinggi, modal usaha ini dapat dihimpun melalui
tabungan, baik swasta maupun pemerintah. Sejarah perkembangan ekonomi di Eropa
menunjukkan bahwa sektor primer telah berhasil menciptakan surplus yang
merupakann awal dari proses pembentukan modal (capital formation). Investasi, baik untuk industrialisasi maupun
perdaganagan bisa didukung oleh ketersediaan modal yang dibentuk oleh surplus
dan tabungan masyarakat. Dengan
demikian, jumlah tabungan masyarakat (domestic saving) dapat dijadikan salah
satu indikator pembangunan. Misalnya, angka tabungan di Indonesia selama
periode 1989-1993 adalah 23,9 persen dari PDB.
Indeks Kualitas Hidup (IKH)
IKH atau Physical Quality of Life Index (PQLI)
digunakan untuk mengukur kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Indeks ini
dibuat karena apabila hanya indikator
makroekonomi digunakan dalam mengukur keberhasilan ekonomi, maka ia tidak dapat
memberikan gambaran tentang kesejahteraan masyarakat. Misalnya, pendapatan
nasional sebuah bangsa dapat tumbuh
terus, tetapi tanpa diikuti oleh peningkatan kesejahteraan sosial. Indeks ini
dihitung berdasarkan kepada (1) angka
rata-rata harapan hidup pada umur satu tahun, (2) angka kematian bayi, dan (3)
angka melek huruf. Dalam indeks ini, angka rata-rata harapan hidup dan kematian
bayi akan dapat menggambarkan status gizi anak dan ibu, derajat kesehatan, dan
lingkungan keluarga yang langsung
berasosiasi denga kesejahteraan keluarga. Pendidikan yang diukur dengan angka
melek huruf, dapat menggambarkan jumlah orang yang memperoleh akses pendidikan sebagai hasil
pembangunan. Seperti dikemukakan diatas, variabel ini menggambarkan
kesejahteraan masyarakat, karena tingginya status ekonomi keluarga akan
mempengaruhi status pendidikan para anggotanya. Oleh para pembuatnya,
index ini dianggap sebagai yang paling
baik untuk mengukur kualitas manusia sebagai hasil dari pembangunan, disamping pendapatan per kapita
sebagai ukuran kuantitas manusia.
Indeks Pembangunan Manusia (Human Development
Index)
The United Nations
Development Program (UNDP) telah membuat indikator pembangunan
yang lain, sebagai tambahan untuk beberapa indikator yang telah ada. Ide dasar
yang melandasi dibuatnya index ini adalah pentingnya memperhatikan kualitas sumber daya manusia.
Menurut UNDP, pembangunan hendaknya ditujukan kepada pengembangan sumber daya
manusia. Dalam pemahaman ini, pembangunan dapat diartikan sebagai sebuah proses
yang bertujuan untuk mengembangkan piliha-pilihan yang dapat dilakukan oleh
manusia. Hal ini didasarkan kepada asumsi bahwa peningkatan kualitas sumber
daya manusia akan diikuti oleh terbukanya berbagai pilihan dan peluang
untuk menentukan jalan hidup manusia
secara bebas. Pertumbuhan ekonomi dianggap sebagai faktor penting di dalam
kehidupan manusia, tetapi tidak secara otomatis akan mempengaruhi peningkatan
martabat dan harkat manusia. Dalam hubungan ini, ada tiga komponen yang
dianggap sangat menentukan dalam pembangunan yaitu umur panjang dan sehat,
perolehan dan pengembangan pengetahuan,
dan peningkatan terhadap akses untuk kehidupan yang lebih baik. Index ini
dibuat dengan mengkombinasikan tiga
komponen, yaitu (1) rata-rata harapan hidup pada saat lahir, (2) rata-rata
pencapaian pendidikan tingkat SD, SMP, dan SMU, dan (3) pendapatan per kapita
yang dihitung berdasarkan Purchasing Power Parity. Pengembangan manusia
berkaitan erat dengan peningkatan kapabilitas manusia yang dapat dirangkum
dalam peningkatan Knowledge, Attitude dan Skills, disamping
derajat kesehatan seluruh anggota keluarga dan lingkungannya.
Tabel 1
dan Tabel 2, menyajikan gambaran tentang beberapa indikator dasar ekonomi dan
sosial untuk beberapa negara; baik negara kaya maupun miskin. Dalam kedua tabel
ini dapat dilihat bahwa terdapat konsistensi diantara berbagai variabel,
terutama di negara-negara kaya. Pendapatan per kapita yang tinggi, di
negara-negara industri, selaras dengan beberapa variabel sosial,
Tabel 1. – Beberapa Indikator Ekonomi di Beberapa Negara, 1999
|
||||||||||
Negara
|
GNP/Cap
|
GNP/Cap
|
Pertanian
|
Industri
|
Jasa
|
|||||
|
(US$)
|
(PPP)
|
(%) PDB
|
(%) PDB
|
(%) PDB
|
|||||
|
7,600
|
11,324
|
15
|
44
|
41
|
|||||
Amerika Srkt.
|
30,600
|
30,600
|
3
|
26
|
71
|
|||||
|
4,420
|
6,317
|
18
|
41
|
41
|
|||||
|
890
|
3,291
|
15
|
51
|
34
|
|||||
Hongkong
|
23,520
|
20,939
|
0
|
17
|
83
|
|||||
|
580
|
2,439
|
17
|
42
|
41
|
|||||
Inggris
|
22,640
|
20,883
|
2
|
32
|
66
|
|||||
Jepang
|
32,230
|
24,041
|
2
|
38
|
60
|
|||||
|
8,490
|
14,637
|
7
|
42
|
51
|
|||||
|
3,400
|
7,963
|
12
|
43
|
45
|
|||||
Meksiko
|
4,400
|
7,719
|
19
|
42
|
39
|
|||||
Singapura
|
29,610
|
27,024
|
0
|
36
|
64
|
|||||
Swedia
|
25,040
|
20,824
|
2
|
32
|
66
|
|||||
Swiss
|
38,350
|
27,486
|
na
|
Na
|
Na
|
|||||
|
1,960
|
5,599
|
11
|
40
|
49
|
|||||
Sumber: World Bank, World Development Report
2000/2001
|
||||||||||
Tabel 2. -- Beberapa Indikator Sosial di Beberapa
Negara, 1999
|
||||||||||
Negara
|
Penduduk
|
Urban
|
HDI
|
< 5 thn
|
H.Hidup
|
|||||
|
(Juta)
|
(%) Total
|
|
Mati/1000
|
saat lahir
|
|||||
|
37
|
90
|
84.4
|
22
|
73
|
|||||
Amerika Serikt
|
273
|
77
|
93.9
|
8
|
78
|
|||||
|
168
|
81
|
75.7
|
40
|
68
|
|||||
|
1,250
|
32
|
72.6
|
36
|
70
|
|||||
Hongkong
|
7
|
100
|
88.8
|
n.a
|
78
|
|||||
|
207
|
40
|
64.1
|
52
|
65
|
|||||
Inggris
|
59
|
89
|
92.8
|
7
|
78
|
|||||
Jepang
|
127
|
79
|
93.3
|
5
|
80
|
|||||
|
47
|
81
|
88.2
|
11
|
72
|
|||||
|
23
|
57
|
78.2
|
12
|
72
|
|||||
Meksiko
|
97
|
74
|
79.6
|
35
|
72
|
|||||
Singapura
|
3
|
100
|
88.5
|
6
|
77
|
|||||
Swedia
|
9
|
83
|
94.1
|
5
|
79
|
|||||
Swiss
|
7
|
68
|
92.8
|
5
|
78
|
|||||
|
62
|
32
|
76.2
|
33
|
72
|
|||||
Sumber: World Bank, World Development Report
2000/2001
|
||||||||||
seperti urbanisasi
yang tinggi, rendahnya angka kematian anak balita, dan tingginya rata-rata
harapan hidup saat lahir. Struktur ekonomi negara
industri, didominasi oleh besarnya proporsi sektor industri dalam pendapatan
nasional (misalnya Argentina dan Cina). Sedangkan negara-negara pasca-industri
memiliki proporsi yang terbesar dalam sektor jasa (misalnya Amerika Serikat,
Inggris, Swedia, Jepang). Dalam kedua tabel tersebut, dapat dilihat juga bahwa
Indonesia dengan pendapatan per kapita paling rendah, memiliki indikator sosial
yang lebih rendah pula dibandingkan dengan Malaysia dan Thailand; misalnya
dapat dilihat dalam Indeks Pembangunan Manusia.
Sumber Bacaan
Blakely, E.D. dan Ted
K. Bradshaw. 2000. Planning Local Economic Development: Theory and Practice. Thousand
Oaks , CA : Sage.
Delacroix,
Jacques. 1977. “The Export of Raw Materials and Economic Growth: A Cross
National Study.” American Sociological Review 42, 5: 795-808
Portes, Alejandro.
1976. “On the Sociology of National Development: Theories and Issues.” American
Journal of Sociology 82: 68-74.
No comments:
Post a Comment